Kamis, 11 Oktober 2018

PEMIKIRAN SYED NAQUIB AL ATTAS DAN AL-FARUQI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM


PEMIKIRAN SYED NAQUIB AL ATTAS DAN AL-FARUQI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM

1.      Pemikiran Syed Naquid Al-Attas
a.      
       Riwayat Hidup Syed Naquid Al-Attas
Syed naquid Al-Attas lahir pada tangal 5 september 1931 di bogor (jawa barat), pada masa penjajahan colonial belanda, ibunya adalah bangsawan sunda dan ayahnya tergolong bangsawan johor, bahkan ia dapat gelar sayyid, dalam islam gelar ini merupaka keturunan langsung dari nabi Muhammad. Melihat garis keturunan diatas dapat dikatakan Al-Attas merupakan “bibit unggul” dalam pencaturan intelektual islam Indonesia dan Malaysia.
Pada usia 5 tahun dia pindah ke Malaysia dan sekolah SD Ngee Heng Primary sampai usia 10 tahun, kemudian dia pindah ke Indonesia (sukabumi) dan masuk pendidikan ‘Urwah Al-Wuqa, disini dia belajar tarekat Naqsailan Bandiyah. Terusik oleh panggilan nurani ia kembali ke Malaysia dan mengikuti sekolah militer di inggris untuk mengusir penjajah jepang yang berkuasa di Malaysia. Setelah Malaysia merdeka tahun 1957 Al-Attas mengundurkan diri dari militer dsan kembali kepotensi  dasarnya yaitu bidang intelektual.
Pendidikan yang pernah dilalui oleh Al-Attas yaitu:
·         Universitas Malaysia selama dua tahun
Karena kecerdasannya ia dikirim oleh pemerintah Malaysia untuk melanjutkan studi di institute Islamic studies, mc. Gill, Canada. Dalam kurun waktu yang relatif singakat (1959-1962) dia menyandang gelar master dengan tesis “raniry and the wujudiyah of 17th century acheh”. Isi konsep tesis tersebut adalah wujudiyyah al-raniry bahwa islamisasi yag berkembang dikawasan tersebut murni dari upaya umat islam itu sendiri, bukan dilaksanakan oleh colonial belanda.
·         Kemudian ia melanjutkan studynya ke school of oriental and African studies di universitas London. Selama lebih kurang 2 tahun (1963-1965) dia menyelesaikan disertasinya yang berjudul “the mysticism of hamzah fansuri. Konsep dasar Al-Attas adalah metafisis, kosmologi dan ppsikologi.
Prestasi yang pernah diraih oleh Al-Attas
§  Ia menerapkan kajian melayu dan melestarikan bahasa melayu serta mendalami islamisasi di Indonesia dan Malaysia. Ditahun 70an ia menentang pemerintah untuk menghilangkan pengajaran melayu-jawi.
§  Dai mendirikan universitas kebangsan Malaysia (UKM)
§  Dia mendirikan universitas inters internasional di Malaysia (1984), atas kepercayaan organisasi konperasi islam (OKI)
§  Menetapkan konsep universitas internasional yaitu international institute of Islamic though (IIIT) dengan islamisasi disiplin.
§  Mendirikan lembaga pengajaran dan penelitian yang khusus pada pemikiran islam, terutama filsafat sabagai jantung proses islamisasi.
§  Tanggal 22 november 1978, beliau mendirikan international Institute Islamic though and civilization (ISTAC).



b.      Karya-Karya dan Anotasi (Kritik)
§  “Al-Raniry and The Wujudiyyah Of 17th Century Acheh” judulnya tesisnya waktu mangambil gelar masternya di mc. Gill, Canada.
§  Sebuah riset yang berjudul “Some Aspect Of Sufism Of Understood And Parcaticed Among The Malay” yang diterbitkan oleh Malaysiaan sociological research di singapura 1968.
§  “The Mysticism Of Hamzah Fansuri” ketika disertasi menempuh gelar doctor di universitas London yang dibimbing oleh martin ling. Dala tesis itu dia mengemukakan bahwa terDala tesis itu dia mengemukakan bahwa terdapat kesatuan gagasan metafisika di dunia islam dan pandangan systemic tentang realitas baik mengenai tahun, alam semesta, manusia, maupun ilmu. Semua dapat diungkapkan dalam bahasa yang rasional dan teoritis.
§  “Islam The Concept Of Religion and The Foundation Of Ethics and Morality” menjelaskan tentang pentingnya penguasaan ilmu sebagaii landasan sebagai praktik, etika, dan moralitas. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendalami secara mendalam teks-teks Al-Qur’an dan menjadikan nabi Muhammad sebagai Uswatun Hasanah.
§  Makalahnya yang berjudul “Preliminary Thought On The Nature Of Knowledge And The Definition And Aims Of Education” mengungkapkan tentang pentingnya upaya merumuskan dan memudahkan unsure-unsur essential, kemudian dikembangkan dalam system pendidikan islam dari tingkat bawah sampai tinggkat tinggi.
§  “The Concept Of Education In Islam: A Framework For An Islamic Philosophy Of Education” menjelaskan tentang istilahdelam pendidikan yaitu tarbiyah, ta’lim, dan ta’lib. Sebagai tema yang tepat adalah ta’dib karena inti dari pendidikan adalahpembentukan akhlak dan watak.
§  “Islam and Philosophy Of Science, The Natural Man and The Psychology Of Human Soul, The Meaning And Experience Of Happiness In Islam, On Quidity and Essence, The Institution Of Existence”

c.       Paradigma Pemikiran Attas
Berawal dari dunia metafisi (manusia) kemudian dunia kosmologis (alam), dan bermuara pada dunia psikologis. Pemikiran ini berawal dari penyempitan makna terhadap istilah-istilah ilmiah islam yang disebabkan oleh upaya westernisasi, mitologisasi, magic, dan sekularisasi.
1)      De Westernisasi dan Islamisasi
Tema de westernisasi mempunyai arti pembersihan dari westernisasi. Jika westernisasi dipahami sebagai pembaratan, maka de westernisasi merupakan upaya pelepasan dari suatu proses pembaratan.
Pada dasarnya upaya de westernisasi merupakan pemurnian ajaran islam dari segala pengaruh barat. De westernisasi sama dengan pemurnian ajaran islam yang dilakukan oleh Muhammad Bin Abdul Wahab mengarah pada ajaran islam yang meliputi tauhid dan syariah. Pada saat itu kemurnian tauhid masyarakat talah dirusak oleh ajaran tarekat sejak abad ke-13.
Antara gerakan wahabi dan pemikiran Al-Attas mempunyai karakteristik yang sama, yakni pemurnian ajaran islam akan tetapi mempunyai berbagai perbedaan.
a.       Tentang objek dan sasaran.bila wahabi memberantas noda yang mengotori ajaran tauhid, maka de westrnisasi yang dikembangkan Al-Attas mempunyai sasaran membersihkan noda yang mengotori ilmu pengetahuan.
b.      Sikap terhadap praktek sufi. Bila wahabi bersikap keras terhadap praktek sufi yang melembaga menjadi tarekat. Maka de westrenisasi justru berangkat dari pemahaman secara mendalam terhadap praktek sufi tersebut.
c.       Titik berangkat. Bila wahabi berangkat dari tindakan menyimpang yang bersifat praktis, maka de westrenisasi berangkat dari issue pemikiran yang bersifat teoritis.
Dari pernyataan diatas Al-Attas dapat disimpulkan bahwa proses de westrenisasi, yang harus dikendalikan itu adalah manusianya. Manusia harus membentuk karakteristiknya supaya tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh barat. Yang mana pengetahuan itu harus dikonsepsikan, dievaluasi, dan ditafsirkan sesuai dengan pandangan tertentu. Dari pernyataan diatas yang dijadikan tumpuan umat bagi Al-Attas adalah manusia itu sendiri.

§  Perbedaan pendapat para ahli tentang de westrenisasi:
Faruqi menekankan pada objek islamisasi itu sendiri yaitu disiplin ilmu modern, tetapi harus disesuaikan dengan ajaran islam dan pandangan islam.
§  Al-Attas mengarah kepada subjek dari islamisasi tersebut yakni manusianya.
§  Zauddin sardar berpendapat mustahil menggunakan paradigm barat dalam menghasilkan pengetahuan lain islam. Yang penting bagi umat islam adalah membangun epitismologi islam.

Dasar pemikiran Al-Attas adalah sebagai berikut:
·         Posisi umat islam saat ini pasca keruntuhan paham sosialis komunis, paham yang bersebrangan dengan paham kapitalisme. Pandangan murni menjadi sorotan pakar internasional.
·         SDM merupakan asset yang paling dominan, dalam mengembangkan nilai-nilai yang islami.
·         Mempunyai pandangan pengamalam nilai-niai Islam tergantung pada manusianya.

2)      Metafisika dan Epistimologi
a.       Metafisika Islam
Berangkat dari paham teologisnya, dalam hal ini terdapat tiga angkatan yang bersifat hirarkis.
ü  Mubtadi’ berkisar pada masalah moral dan adab
ü  Mutawwasith mendalami dan mengamalkan wirid dan zikir mengenai kuantitas, kualitas, tempo dan frekuensi ditentukan oleh musyrid.
ü  Muntahiy guru memasuki dunia filsafat dan metafisika.
Seorang guru harus memiliki tiga pegetahuan yaitu:
ü  Al hikmah dan al illahiyah yaitu kebijaksanaan ketuhanan
ü  Naqliyah atau syariah yaitu ilmu naqliyah atau syariah.
ü  Al-ulum al aqliyah yaitu ilmu rasional
Paradigma pemikiran yang dirawakan oleh Al-Attas bukan hanya rasional, empiris dan filosofis saja, tapi juga meliputi yang intuitif, metaempiris dan filosofis.
d.      Inti Asumsi Metode Epistimologi Modern
Metode ini berkaitan dengan pengembangan sains yang mencakup ilmu alam, matematika, teori alam semesta, manusia dan filsafat. Metode yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
ü  Nasionalisme filosofis yang cinderung kepada inderawi.
ü  Rasionalisme bersandar pada pengalaman inderawi dan menyangkal otoritas serta intuisi.
ü  Empiris filosofis/ logis mengacu pada logika dan analisis bahasa.

e.       Sumber dan Metode Eptismologi Islam
a.       Indera-indera lahir batin
Terkait dengan panca indera, Al-Attas ada lima indera batin, yaitu:
ü  Indera bersama, yang berhubungan dengan menangkap segala yang ditangkap kelima indera lahir.
ü  Representasi, indera batin yang menyimpan hasil abstraksi ndera bersama.
ü  Estimasi, indera batin yang mampu membentuk opini, yag didasrkan pada penafsiran instinktif.
ü  Rekoleksi, menyimpan hal-hal abstrak yang telah diterima oleh estimilasi
ü  Imaginasi, menjadi penhubung antara jiwa dan binatang.

b.      Akal dan intuisi
Akal terbatas pada pengalam inderawi, sedangkan intuisi terbatas pada objek yang diberikan. Intuisi bersumber dari akal dan berimplikasi pada otoritas ilmu pengatahuan.
Jadi bisa diambil keputusan bahwa konsep Syed Muhammad Aquid Al-Attas.
ü  Berangkat dari dunia metafisi menuju kepada dunia empiris
ü  Mempunyai konsep modernisasi
ü  Termasuk tipogi reformis skritualis, yaitu mendasarkan pada pemikiran teks-teks campuran, namun disesuaikan dengan konteks era kontemporer.
ü  Pemikirannya berupa sitemik ilmiah, perlu dikembangkan dan dianalisa secara kritis

2.      Pemikiran Ismail Raj’i Al-Faruqi (1921-1986)
Al Faruqi dilahirkan di Yaifa (Palestina) pada 1 Januari 1921. Latar belakang pendidikan Al Faruqi adalah pendidikan Barat. Menurut pandangan Al-Faruqi umat Islam sekarang berada dalam kebodohan karena mereka hanya percaya kepada pemimpin mereka sehingga tidak ada kreatifitas untuk mengembangkan syariat Islam. Kemunduran dalam berbagai bidang, sehingga mereka lebih bangga dan tergoda dengan kemajuan Barat, sehingga mereka lebih menyukai cara-cara Barat dan menjadikannya acuan dalam kehidupan. Karena keadaan tersebut, integritas kultur Islam menjadi terpecah dalam diri mereka sendiri, terpecah dalam pemikiran, perbuatan, rumah tangga dan keluarga mereka.
Masalah tersebut terjadi akibat problema pendidikan kaum muslim. Pendidikan membawa kemajuan, sebaliknya pendidikan juga bisa menciptakan ketimpangan dan kemunduran bagi umat Islam karena pendidikan sekarang lebih cenderung menjauhkan umat Islam dari hakikat Islam itu sendiri.
Untuk mengembalikan umat Islam pada konsep keagamaan maka kita harus kembali lagi kepada ajaran tauhid dan merubah pandangan Islam untuk kembali kepada pandangan hidup yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Inilah yang menjadi sumber pokok pemikiran Al-Faruqi tentang konsep pendidikan Islam bahwa pendidikan itu harus bersumber dari ajaran tauhid yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan hadits.
·         Pokok-pokok pemikiran al-faruqi
Al-Faruqi banyak mengemukakan gagasan serta pemikiran yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh Umat Islam. Dan semua pemikirannya itu saling terkait satu sama lain, semuanya berporos pada satu sumbu yaitu Tauhid. Diantaranya pemikiran Al-Faruqi yang terpenting adalah:


A.    Tauhid
Masalah yang terpenting dan menjadi tema sentral pemikiran Islam adalah pemurnian tauhid, karena nilai dari keislaman seseorang itu adalah pengesahan terhadap Allah SWT yang terangkum dalam syahadat. Upaya pemumian tauhid ini pun telah banyak dilakukan oleh para ulama terdahulu, diantaranya kita mengenal adanya gerakan wahabiyah yang dipimpin oleh Muhammad bin abdul Wahab. Menurutnya kalimat "tauhid" tersebut mengandung dua arti yang pertama "nafi" (negatit) dan kedua: itsbat (positif) laa ilaaha (tiada Tuhan yang berhak diibadahi) berarti tidak ada apapun; illaahi (melainkan Allah) berarti yang benar dan berhak diibadahi hanyalah Allah Yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagiNya dan secara gamlang di dalam bukunya Kitab At-tauhid beliau menyebutkan setiap tahyul. Setiap bentuk sihir, melibatkan pelaku atau pemanfaatannya dalam syirik adalah pelanggaran tauhid.
B.     Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Pada hakekatnya ide Islamization of knowledge ini tidak bisa dipisahkan dari pemikiran Islam di zaman moderen ini. Ide tersebut telah diproklamirkan sejak tahun 1981, yang sebelumnya sempat digulirkan di Mekkah sekitar tahun 1970-an. Ungkapan Islamisasi ilmu pengatahuan pada awalnya dicetuskan oleh Syed Muhammad Naguib Al-Atas pada tabun 1397 H/1977 M yang menurutnya adalah "desekuralisasi ilmu". Sebelumnya Al-Faruqi mengintrodisir suatu tulisan mengenai Islamisasi ilm-ilmu sosial. Meskipun demikian, gagasan ilmu keislaman telah muncul sebelumnya dalam karya-karya Sayyid Hossein Nasr. Dalam hal ini Nasr mengkritik epistemologi yang ada di Barat (sains moderen) dan menampilkan epistemologi prespektif sufi.
Menurut Al-Atas islamisasi ilmu merujuk kepada upaya menggilimunir unsurunsur, konsep-konsep pokok yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat khususnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan. Dengan kata lain Islamisasi idiologi, makna serta ungkapan sekuler. Ide tentang islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi berkaitan erat dengan idenya tentang tauhid, hal ini terangkum dalam prinsip tauhid ideasionalitas dan teologi. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa adalah fakultas pemahaman yang mencakup seluruh fungsi gnosologi seperti ingatan, khayalan, penalaran, pengamatan, intiusi, kesabaran dsb. Manakala kehendak-kehendak tersebut diungkap dengan kata-kata secara langsung oleh Tuhan kepada manusia dan manakala sebagaimana pola Tuhan dalam penciptaan atau "hukum alam". Dan bila kita kaitkan dengan prinsip telelogi artinya dunia memang benar-benar sebuah kosmos suatu ciptaan yang teratur, bukan chaos. Di dalam kehendak pencipta selalu tewujud. Pemenuhan karena pemestian hanya berlaku pada nilai Elemental atau utiliter, pemenuhan kemerdekaan berlaku pada nilai-nilai normal dan bila kita kaitkan dengan Barat maka nilai-nilai ini banyak diabaikan oleh Barat.



KESIMPULAN
Dari paparan mengenai paham dua para pakar pemikiran pendidikan Islam yang telah dijelaskan dalam pembahasan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua pemikiran tersebut hampir memiliki persamaan yaitu sama-sama menghendaki permurnian Islam dari pengaruh Barat.
ü  Al-Attas mempunyai konsep tentang de-westernisasi yang mempunyai arti pembersihan dari westernisasi . Jika westernisasi dipahami sebagai pembaratan, maka de- westernisasi merupakan upaya pelepasan dari proses pembaratan.
ü  Al-Attas menyebutkan pengislamisasian konsep pendidikan islam itu sendiri tergantung pada manusia itu sendiri, apakah mereka bisa melawan arus dari pangaruh westernisasi tersebut apa terbawa arus dalam konsep barat tersebut.
ü  Al-Faruqi mempunyai konsep pemikiran bahwa untuk mengembalikan umat Islam pada konsep keagamaan maka kita harus kembali lagi kepada ajaran tauhid dan merubah pandangan Islam untuk kembali kepada pandangan hidup yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stratifikasi Sosial

Stratifikasi Sosial Pengertian Stratifikasi Sosial Kata Stratifikasi berasal dari bahasa latin, Stratum;  yang berarti tingkatan dan ...