PEMIKIRAN SYED NAQUIB
AL ATTAS DAN AL-FARUQI TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
1.
Pemikiran
Syed Naquid Al-Attas
a.
Riwayat Hidup Syed Naquid Al-Attas
Riwayat Hidup Syed Naquid Al-Attas
Syed naquid Al-Attas lahir pada tangal
5 september 1931 di bogor (jawa barat), pada masa penjajahan colonial belanda,
ibunya adalah bangsawan sunda dan ayahnya tergolong bangsawan johor, bahkan ia
dapat gelar sayyid, dalam islam gelar ini merupaka keturunan langsung dari nabi
Muhammad. Melihat garis keturunan diatas dapat dikatakan Al-Attas merupakan
“bibit unggul” dalam pencaturan intelektual islam Indonesia dan Malaysia.
Pada
usia 5 tahun dia pindah ke Malaysia dan sekolah SD Ngee Heng Primary sampai
usia 10 tahun, kemudian dia pindah ke Indonesia (sukabumi) dan masuk pendidikan
‘Urwah Al-Wuqa, disini dia belajar tarekat Naqsailan Bandiyah. Terusik oleh
panggilan nurani ia kembali ke Malaysia dan mengikuti sekolah militer di
inggris untuk mengusir penjajah jepang yang berkuasa di Malaysia. Setelah
Malaysia merdeka tahun 1957 Al-Attas mengundurkan diri dari militer dsan
kembali kepotensi dasarnya yaitu bidang
intelektual.
Pendidikan
yang pernah dilalui oleh Al-Attas yaitu:
·
Universitas Malaysia
selama dua tahun
Karena kecerdasannya ia dikirim
oleh pemerintah Malaysia untuk melanjutkan studi di institute Islamic studies,
mc. Gill, Canada. Dalam kurun waktu yang relatif singakat (1959-1962) dia
menyandang gelar master dengan tesis “raniry and the wujudiyah of 17th
century acheh”. Isi konsep tesis tersebut adalah wujudiyyah al-raniry bahwa
islamisasi yag berkembang dikawasan tersebut murni dari upaya umat islam itu
sendiri, bukan dilaksanakan oleh colonial belanda.
·
Kemudian ia
melanjutkan studynya ke school of oriental and African studies di universitas London.
Selama lebih kurang 2 tahun (1963-1965) dia menyelesaikan disertasinya yang
berjudul “the mysticism of hamzah fansuri. Konsep dasar Al-Attas adalah
metafisis, kosmologi dan ppsikologi.
Prestasi
yang pernah diraih oleh Al-Attas
§ Ia
menerapkan kajian melayu dan melestarikan bahasa melayu serta mendalami
islamisasi di Indonesia dan Malaysia. Ditahun 70an ia menentang pemerintah
untuk menghilangkan pengajaran melayu-jawi.
§ Dai
mendirikan universitas kebangsan Malaysia (UKM)
§ Dia
mendirikan universitas inters internasional di Malaysia (1984), atas
kepercayaan organisasi konperasi islam (OKI)
§ Menetapkan
konsep universitas internasional yaitu international institute of Islamic
though (IIIT) dengan islamisasi disiplin.
§ Mendirikan
lembaga pengajaran dan penelitian yang khusus pada pemikiran islam, terutama
filsafat sabagai jantung proses islamisasi.
§ Tanggal
22 november 1978, beliau mendirikan international Institute Islamic though and
civilization (ISTAC).
b.
Karya-Karya
dan Anotasi (Kritik)
§ “Al-Raniry and The
Wujudiyyah Of 17th Century Acheh” judulnya
tesisnya waktu mangambil gelar masternya di mc. Gill, Canada.
§ Sebuah
riset yang berjudul “Some Aspect Of
Sufism Of Understood And Parcaticed Among The Malay” yang diterbitkan oleh
Malaysiaan sociological research di singapura 1968.
§ “The Mysticism Of
Hamzah Fansuri” ketika disertasi menempuh gelar
doctor di universitas London yang dibimbing oleh martin ling. Dala tesis itu
dia mengemukakan bahwa terDala tesis itu dia mengemukakan bahwa terdapat
kesatuan gagasan metafisika di dunia islam dan pandangan systemic tentang
realitas baik mengenai tahun, alam semesta, manusia, maupun ilmu. Semua dapat
diungkapkan dalam bahasa yang rasional dan teoritis.
§ “Islam The Concept Of
Religion and The Foundation Of Ethics and Morality”
menjelaskan tentang pentingnya penguasaan ilmu sebagaii landasan sebagai
praktik, etika, dan moralitas. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendalami
secara mendalam teks-teks Al-Qur’an dan menjadikan nabi Muhammad sebagai Uswatun
Hasanah.
§ Makalahnya
yang berjudul “Preliminary Thought On The
Nature Of Knowledge And The Definition And Aims Of Education” mengungkapkan
tentang pentingnya upaya merumuskan dan memudahkan unsure-unsur essential,
kemudian dikembangkan dalam system pendidikan islam dari tingkat bawah sampai
tinggkat tinggi.
§ “The Concept Of
Education In Islam: A Framework For An Islamic Philosophy Of Education” menjelaskan
tentang istilahdelam pendidikan yaitu tarbiyah, ta’lim, dan ta’lib. Sebagai
tema yang tepat adalah ta’dib karena inti dari pendidikan adalahpembentukan
akhlak dan watak.
§ “Islam
and Philosophy Of Science, The Natural Man and The Psychology Of Human Soul,
The Meaning And Experience Of Happiness In Islam, On Quidity and Essence, The
Institution Of Existence”
c.
Paradigma
Pemikiran Attas
Berawal dari dunia metafisi (manusia)
kemudian dunia kosmologis (alam), dan bermuara pada dunia psikologis. Pemikiran
ini berawal dari penyempitan makna terhadap istilah-istilah ilmiah islam yang
disebabkan oleh upaya westernisasi, mitologisasi, magic, dan sekularisasi.
1)
De
Westernisasi dan Islamisasi
Tema
de westernisasi mempunyai arti pembersihan dari westernisasi. Jika westernisasi
dipahami sebagai pembaratan, maka de westernisasi merupakan upaya pelepasan
dari suatu proses pembaratan.
Pada
dasarnya upaya de westernisasi merupakan pemurnian ajaran islam dari segala
pengaruh barat. De westernisasi sama dengan pemurnian ajaran islam yang
dilakukan oleh Muhammad Bin Abdul Wahab mengarah pada ajaran islam yang
meliputi tauhid dan syariah. Pada saat itu kemurnian tauhid masyarakat talah
dirusak oleh ajaran tarekat sejak abad ke-13.
Antara
gerakan wahabi dan pemikiran Al-Attas mempunyai karakteristik yang sama, yakni
pemurnian ajaran islam akan tetapi mempunyai berbagai perbedaan.
a. Tentang
objek dan sasaran.bila wahabi memberantas noda yang mengotori ajaran tauhid,
maka de westrnisasi yang dikembangkan Al-Attas mempunyai sasaran membersihkan
noda yang mengotori ilmu pengetahuan.
b. Sikap
terhadap praktek sufi. Bila wahabi bersikap keras terhadap praktek sufi yang
melembaga menjadi tarekat. Maka de westrenisasi justru berangkat dari pemahaman
secara mendalam terhadap praktek sufi tersebut.
c. Titik
berangkat. Bila wahabi berangkat dari tindakan menyimpang yang bersifat
praktis, maka de westrenisasi berangkat dari issue pemikiran yang bersifat
teoritis.
Dari
pernyataan diatas Al-Attas dapat disimpulkan bahwa proses de westrenisasi, yang
harus dikendalikan itu adalah manusianya. Manusia harus membentuk
karakteristiknya supaya tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh barat. Yang mana
pengetahuan itu harus dikonsepsikan, dievaluasi, dan ditafsirkan sesuai dengan
pandangan tertentu. Dari pernyataan diatas yang dijadikan tumpuan umat bagi Al-Attas
adalah manusia itu sendiri.
§ Perbedaan
pendapat para ahli tentang de westrenisasi:
Faruqi menekankan pada
objek islamisasi itu sendiri yaitu disiplin ilmu modern, tetapi harus
disesuaikan dengan ajaran islam dan pandangan islam.
§ Al-Attas
mengarah kepada subjek dari islamisasi tersebut yakni manusianya.
§
Zauddin sardar
berpendapat mustahil menggunakan paradigm barat dalam menghasilkan pengetahuan
lain islam. Yang penting bagi umat islam adalah membangun epitismologi islam.
Dasar pemikiran Al-Attas adalah sebagai berikut:
·
Posisi
umat islam saat ini pasca keruntuhan paham sosialis komunis, paham yang
bersebrangan dengan paham kapitalisme. Pandangan murni menjadi sorotan pakar
internasional.
·
SDM
merupakan asset yang paling dominan, dalam mengembangkan nilai-nilai yang
islami.
·
Mempunyai
pandangan pengamalam nilai-niai Islam tergantung pada manusianya.
2)
Metafisika
dan Epistimologi
a. Metafisika Islam
Berangkat dari paham teologisnya, dalam hal ini terdapat tiga angkatan yang
bersifat hirarkis.
ü Mubtadi’ berkisar pada masalah moral dan adab
ü Mutawwasith mendalami dan mengamalkan wirid dan zikir mengenai
kuantitas, kualitas, tempo dan frekuensi ditentukan oleh musyrid.
ü Muntahiy guru memasuki dunia filsafat dan metafisika.
Seorang guru harus memiliki tiga pegetahuan yaitu:
ü Al hikmah dan al illahiyah yaitu
kebijaksanaan ketuhanan
ü Naqliyah atau syariah yaitu ilmu
naqliyah atau syariah.
ü Al-ulum al aqliyah yaitu ilmu rasional
Paradigma pemikiran yang dirawakan oleh Al-Attas bukan hanya rasional,
empiris dan filosofis saja, tapi juga meliputi yang intuitif, metaempiris dan
filosofis.
d.
Inti Asumsi Metode Epistimologi Modern
Metode ini berkaitan dengan pengembangan sains yang mencakup ilmu alam,
matematika, teori alam semesta, manusia dan filsafat. Metode yang dikembangkan
adalah sebagai berikut:
ü Nasionalisme filosofis yang cinderung
kepada inderawi.
ü Rasionalisme bersandar pada pengalaman
inderawi dan menyangkal otoritas serta intuisi.
ü Empiris filosofis/ logis mengacu pada
logika dan analisis bahasa.
e.
Sumber dan Metode Eptismologi Islam
a. Indera-indera lahir batin
Terkait dengan panca indera, Al-Attas ada lima indera batin, yaitu:
ü Indera bersama, yang berhubungan dengan
menangkap segala yang ditangkap kelima indera lahir.
ü Representasi, indera batin yang
menyimpan hasil abstraksi ndera bersama.
ü Estimasi, indera batin yang mampu
membentuk opini, yag didasrkan pada penafsiran instinktif.
ü Rekoleksi, menyimpan hal-hal abstrak
yang telah diterima oleh estimilasi
ü Imaginasi, menjadi penhubung antara
jiwa dan binatang.
b. Akal dan intuisi
Akal terbatas pada pengalam inderawi, sedangkan intuisi
terbatas pada objek yang diberikan. Intuisi bersumber dari akal dan
berimplikasi pada otoritas ilmu pengatahuan.
Jadi bisa diambil keputusan bahwa konsep Syed Muhammad Aquid
Al-Attas.
ü Berangkat dari dunia metafisi menuju
kepada dunia empiris
ü Mempunyai konsep modernisasi
ü Termasuk tipogi reformis skritualis,
yaitu mendasarkan pada pemikiran teks-teks campuran, namun disesuaikan dengan
konteks era kontemporer.
ü Pemikirannya berupa sitemik ilmiah,
perlu dikembangkan dan dianalisa secara kritis
2.
Pemikiran Ismail Raj’i Al-Faruqi (1921-1986)
Al Faruqi dilahirkan di Yaifa (Palestina) pada 1 Januari 1921.
Latar belakang pendidikan Al Faruqi adalah pendidikan Barat. Menurut pandangan Al-Faruqi
umat Islam sekarang berada dalam kebodohan karena mereka hanya percaya kepada
pemimpin mereka sehingga tidak ada kreatifitas untuk mengembangkan syariat Islam.
Kemunduran dalam berbagai bidang, sehingga mereka lebih bangga dan tergoda dengan
kemajuan Barat, sehingga mereka lebih menyukai cara-cara Barat dan
menjadikannya acuan dalam kehidupan. Karena keadaan tersebut, integritas kultur
Islam menjadi terpecah dalam diri mereka sendiri, terpecah dalam pemikiran,
perbuatan, rumah tangga dan keluarga mereka.
Masalah tersebut terjadi akibat problema pendidikan kaum
muslim. Pendidikan membawa kemajuan, sebaliknya pendidikan juga bisa
menciptakan ketimpangan dan kemunduran bagi umat Islam karena pendidikan
sekarang lebih cenderung menjauhkan umat Islam dari hakikat Islam itu sendiri.
Untuk mengembalikan umat Islam pada konsep keagamaan maka
kita harus kembali lagi kepada ajaran tauhid dan merubah pandangan Islam untuk
kembali kepada pandangan hidup yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Inilah
yang menjadi sumber pokok pemikiran Al-Faruqi tentang konsep pendidikan Islam bahwa
pendidikan itu harus bersumber dari ajaran tauhid yang berpedoman kepada Al-Qur’an
dan hadits.
·
Pokok-pokok
pemikiran al-faruqi
Al-Faruqi banyak mengemukakan
gagasan serta pemikiran yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi
oleh Umat Islam. Dan semua pemikirannya itu saling terkait satu sama lain,
semuanya berporos pada satu sumbu yaitu Tauhid. Diantaranya pemikiran Al-Faruqi
yang terpenting adalah:
A. Tauhid
Masalah yang terpenting dan
menjadi tema sentral pemikiran Islam adalah pemurnian tauhid, karena nilai dari
keislaman seseorang itu adalah pengesahan terhadap Allah SWT yang terangkum
dalam syahadat. Upaya pemumian tauhid ini pun telah banyak dilakukan oleh para
ulama terdahulu, diantaranya kita mengenal adanya gerakan wahabiyah yang
dipimpin oleh Muhammad bin abdul Wahab. Menurutnya kalimat "tauhid"
tersebut mengandung dua arti yang pertama "nafi" (negatit) dan kedua:
itsbat (positif) laa ilaaha (tiada Tuhan yang berhak diibadahi) berarti tidak
ada apapun; illaahi (melainkan Allah) berarti yang benar dan berhak diibadahi
hanyalah Allah Yang Maha Esa yang tidak ada sekutu bagiNya dan secara gamlang
di dalam bukunya Kitab At-tauhid beliau menyebutkan setiap tahyul. Setiap bentuk
sihir, melibatkan pelaku atau pemanfaatannya dalam syirik adalah pelanggaran
tauhid.
B. Islamisasi Ilmu
Pengetahuan
Pada hakekatnya ide Islamization
of knowledge ini tidak bisa dipisahkan dari pemikiran Islam di zaman moderen
ini. Ide tersebut telah diproklamirkan sejak tahun 1981, yang sebelumnya sempat
digulirkan di Mekkah sekitar tahun 1970-an. Ungkapan Islamisasi ilmu
pengatahuan pada awalnya dicetuskan oleh Syed Muhammad Naguib Al-Atas pada
tabun 1397 H/1977 M yang menurutnya adalah "desekuralisasi ilmu".
Sebelumnya Al-Faruqi mengintrodisir suatu tulisan mengenai Islamisasi ilm-ilmu
sosial. Meskipun demikian, gagasan ilmu keislaman telah muncul sebelumnya dalam
karya-karya Sayyid Hossein Nasr. Dalam hal ini Nasr mengkritik epistemologi yang
ada di Barat (sains moderen) dan menampilkan epistemologi prespektif sufi.
Menurut Al-Atas islamisasi ilmu
merujuk kepada upaya menggilimunir unsurunsur, konsep-konsep pokok yang
membentuk kebudayaan dan peradaban Barat khususnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan.
Dengan kata lain Islamisasi idiologi, makna serta ungkapan sekuler. Ide
tentang islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi berkaitan erat dengan idenya
tentang tauhid, hal ini terangkum dalam prinsip tauhid ideasionalitas dan
teologi. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, bahwa adalah fakultas pemahaman
yang mencakup seluruh fungsi gnosologi seperti ingatan, khayalan, penalaran,
pengamatan, intiusi, kesabaran dsb. Manakala kehendak-kehendak tersebut
diungkap dengan kata-kata secara langsung oleh Tuhan kepada manusia dan
manakala sebagaimana pola Tuhan dalam penciptaan atau "hukum alam".
Dan bila kita kaitkan dengan prinsip telelogi artinya dunia memang benar-benar
sebuah kosmos suatu ciptaan yang teratur, bukan chaos. Di dalam kehendak
pencipta selalu tewujud. Pemenuhan karena pemestian hanya berlaku pada nilai
Elemental atau utiliter, pemenuhan kemerdekaan berlaku pada nilai-nilai normal
dan bila kita kaitkan dengan Barat maka nilai-nilai ini banyak diabaikan oleh
Barat.
KESIMPULAN
Dari paparan mengenai paham dua para pakar pemikiran pendidikan Islam yang
telah dijelaskan dalam pembahasan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa
kedua pemikiran tersebut hampir memiliki persamaan yaitu sama-sama menghendaki permurnian
Islam dari pengaruh Barat.
ü Al-Attas mempunyai konsep tentang de-westernisasi
yang mempunyai arti pembersihan dari westernisasi . Jika westernisasi dipahami
sebagai pembaratan, maka de- westernisasi merupakan upaya pelepasan dari proses
pembaratan.
ü Al-Attas menyebutkan pengislamisasian
konsep pendidikan islam itu sendiri tergantung pada manusia itu sendiri, apakah
mereka bisa melawan arus dari pangaruh westernisasi tersebut apa terbawa arus
dalam konsep barat tersebut.
ü Al-Faruqi mempunyai konsep pemikiran
bahwa untuk mengembalikan umat Islam pada konsep
keagamaan maka kita harus kembali lagi kepada ajaran tauhid dan merubah
pandangan Islam untuk kembali kepada pandangan hidup yang bersumber dari
Al-Qur’an dan sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar