Jumat, 12 Oktober 2018

Stratifikasi Sosial

Stratifikasi Sosial

Pengertian Stratifikasi Sosial
Kata Stratifikasi berasal dari bahasa latin, Stratum;  yang berarti tingkatan dan Socius; yang berarti teman atau masyarakat. Secara harafiah, stratifikasi sosial berarti tingkatan yang ada dalam masyarakat. Stratifikasi sosial merupakan pembedaan sosial masyarakat yang sifatnya bertingkat (vertikal).
  1. Menurut Pitirim Sorokin, stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap pada setiap kelompok sosial teratur. Statifikasi sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
  2. Paul B horton & Chester L. Hunt menyebutkan bahwa stratifikasi sosial berarti sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.
  3. Robert M.Z. Lawang mengartikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarkis menurut dimensi kekuasaan, Privles dan prestise.
  4. Astried S. Soesanto menyebut stratifikasi sosial adalah hasil kebiasaan hubungan antarmanusia secara teratur dan tersusun sehingga setiap orang, setiap saat mempunyai situasi yang menentukan hubungannya dengan orang secara vertikal maupun mendatar dlam masyarakatnya.
Dari devenisi di atas dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat, dari yang paling tinggi sampai yang aling rendah.

Dasar Stratifikasi Sosial

Dasar atau ukuran yang lazim dan banyak dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu strtifikasi sosial tertentu adalah :
  1. Ukuran kekayaan, seseorang memiliki kekayaan paling banyak akan menempati stratifikasi teratas.
  2. ukuran kekuasaan, seseorang memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang terbesar akan menempati stratifikasi yang tinggi dalam stratifikasi sosial masyarakat.
  3. Ukuran kehormatan, orang yang dihormati dan disegani akan mendapatkan tempat stratifikasi yang tinggi dalam masyarakat.
  4. ukuran ilmu pengetahuan, biasanya dipakai sebagai salah satu faktor atau dasar pembentukan startifikasi sosuial di dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.

Faktor Penyebab Stratifikasi Sosial
            Beberapa kondisi umum yang mendorong tercipatanya startifikasi sosial dalam masyarakat menurut Huky adalah:
  1. Perbedaan Ras dan Budaya, perbedaan ciri biologis, seperti warna kulit, latar belakang etnis dan budaya pada masyarakat tertentu dapat mengakibatkan kelas-kelas sosial tertentu. Contohnya kelas sosial atas dasar warna kulit pada masyarakat Afrika Selatan pada masa apartheid.
  2. Pembagian tugas yang terspesialisasi,  spesialisasi berkaitan dengan fungsi kekuasaan dan status dalam strtifikasi sosial. Perbedaan posisi atau status anggota masyarakat berdasarkan pembagian kerja ini terdapat dalam setiap masyarakat, baik pada masyarakat primitif maupun pada masyarakat yang sudah maju.
  3. Kelangkaan. Stratifikasi lambat laun terjadi karena alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka. Kelangkaan ini terasa bila masyarakat mulai membedakan posisi, alat-alat kekuasaan, dan fungsi-fungsi yang ada dalam waktu yang sama. Kondisi yang mengandung perbedaan hak dan kesempatan di antara para anggota masyarakat dapat menciptakan stratifikasi.






Sifat stratifikasi
            Menurut Soejono Soekanto, dilihat dari sifatnya stratifikasi sosial dibedakan menjadi stratifikasi sosial tertutup, stratifikasi sosial terbuka, dan stratifikasi campuran.
  1. Stratifikasi sosial tertutup (closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah bentuk strata yang anggota dari setiap stratanya sulit mengadakan mobilitas vertikal. Mobilitas mereka terbatas hanya mobilitas hrizontal. Misalmnya sistem kasta pada masyarakat India.
  1. Statifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat demokratis. Kemungkinan mobilitasnya sangat besar. Maksudnya setiap anggota strata dapat bebas berpindah strata sosial, baik vertikal maupun horizontal. Misalnya orang yang berusaha pindah strata dari miskin menjadi orang kaya, dengan berusaha keras dan menunutu ilmu.
  1. Stratifikasi Sosial campuran
Merupakan kombinasi dari startifikasi sosial terbuka dan tertutup. Misalnya seorang kasta Brahma mempunyai kedudukan terhormat dan sangat dihargai masyarakat lingkungannya. Namun, jika ia pindah ke Jakarta, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat yang baru.

Fungsi Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial dapat berfungsi sebagai berikut:
  1. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif, seperti menentukan Penghasilan, tingkat kekayaan, keselamatan, dan wewenang.
  2. Menjadi sistem pertanggaan pada strata yang berhubungan dengan kewibawaan dan penghargaan.
  3. Kriteria Sistem pertentangan, yaitu apakah didapat melalui kualitas pribadi, keanggotaan kelompok, kerabat tertentu, milik, wewenang dan kekuasaan.
  4. Penent lambang-lambang atau simbol status atau kedudukan, seperti tingkah laku, cara berpakaian, dan bentuk rumah.
  5. Penentu tingkat mudah dan sukarnya bertukar kedudukan.
  6. Alat solidaritas di antara individu-individu atau kelompok yang menduduki sistem sosial yang sama dalam masyarakat.

Unsur-unsur Stratifikasi Sosial.

  1. Status atau kedudukan
Status sosial merupakan kedudukan atau posisi sosial seorang dalam kelompok masyarakat, meliputi keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam suatu kelompok besar masyarakat, dari paling rendah hingga yang paling tinggi. Status terbagi atas:
    1. Acribed status, status yang diberikan kepada seseorang oleh masyarakat tanpa memandang bakat atau karakteristik unik orang tersebut. Didapat otomatis melalui kelahiran (keturunan). Latar belakang ras, gender, dan usia dapat dikategorikan sebagai Ascribed status.
    2. Achieved Status, status yang didapat seseorang melalui usaha-usaha sendiri. Seperti bersekolah, mempelajari keterampilan-keterampilan, berteman, menciptakan sesuatu yang baru.
    3. Assigned status, status yang diberikan kepada seseorang karena telah berjasa melakukan sesuatu untuk masyarakat.
  1. Peranan
Merupakan seperangkat harapan terhadap seseorang yang menempati suatu posisi atau status sosial tertentu. Dalam setiap peranan akan terdapat suatu perangkat peran (role Set) yang menunjukan bahwa dalam suatu status tidak hanya mempunya satu peran tunggal, tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan. Misalnya ada seorang anak juga seorang murid dan ia juga seorangteman, seorang ketua Osis dan masih banyak peran lainnya.
Menurut Soejono Soekanto, dalam peranan setidaknya mencakup tiga hal:
    1. peranan meliputi norma-norma yang dihubngkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
    2. Peranan sebagai konsep mengenai apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
    3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Kelas dan Golongan dalam Stratifikasi Sosial

Paul B Horton dan Chester L. Hunt mendevinisikan kelas sosial sebagai suatu lapisan orang-orang yang berkedudukan sama dalam suatu status sosial.
Pembagian kelas dan golongan umumnya berdasarkan kriteria ekonomi, sosial, ataupun politik.
1.      Kriteria Ekonomi
Strtatifikasi ekonomi akan membedakan warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Berkaitan dengan aktifitas pekerjaan, kepemilikan, atau kedua-duanya. Dengan kata lain pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam beberapa stratifikasi atau kelas ekonomi.
Dilihat dari kriteria ekonomi secara garis besar terdapat tiga kelas sosial yaitu:
  1. Kelas atas (upper class)
  2. Kelas Menengah (middle class)
  3. Kelas Bawah (lower class)
Tiga kelas sosial masing-masing masih dapat dibagi menjadi subkelas sehingga kalau digambarkan akan menjadi sebagai berikut:

Keterangan:
  1. Kelas atas (upper class)
(1). Kelas atas-atas (Aa)
(2). Kelas Atas Menengah (Am)
(3) Kelas Atas Bawah (Ab)
b. Kelas Menengah (Middle class)
(1) Kelas Menengah Atas (Ma)
(2) Kelas Menengah (Mm)
(3) Kelas Menengah Bawah (Mb)
c. Kelas Bawah (lower class)
(1). Kelas bawah atas (Ba)
(2). Kelas Menengah (Bm)
(3) Kelas Bawah bawah (Bb)

2. Kriteria Sosial
            Menurut pelapisan berdasarkan kriteria Sosial, masyarakat akan terdiri atas beberapa pelapisahn atau strata yang disebut dengan kelas sosial, kasta atau stand. Istilah Kelas Sosial digunakan oleh Max Weber. Istilah kasta dipakai untuk menyebut setiap pelapisan dalam masyarakat berkasta, misalnya pada pelapisan masyarakat Hindu Bali. Terbagi menjadi empat kasta yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta Brahmana, Ksatria, dan Waisya di sebut triwangsa, sedangkan kasta Sudra disebut Jaba. Seseorang termasuk dlam kast yang mana biasanya dapat di lihat dari gelar yang digunakan diawal namanya, antara lain Ida Bagus dan Ida Ayu untuk gelar Brahmana; Cokorda, Anak Agung, Dewa, dan Ngakan, untuk gelar Ksatria; Bagus, I gsti, dan Gusti Untuk Waisya; Pande Kbon, Pasek untuk kasta sudra. Gelar tersebut diturunkan secara Patrilineal ( Menurut garis keturunan ayah). Kehidupan sistem kasta di masyarakat Bali pada umumnya tampak jelas dalam perkawinan, bahwa gadis dianggap pantang bersuamikan orang yang berasal dari kasta yang lebih rendah.

3. Kriteria Politik
Pelapisan dalam masyarakat berdasarkan kriteria politik berarti pembedaan penduduk atau warga masyarakat mwenurut pembagian kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi pihak lain menurut kehendak atau kemauan pemegang kekuasaan. Setiap kemampuan mempengaruhi ihak lain dinamakan kekuasan (power), sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada diri seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapatkan pengakuan dari masyarakat sehingga wewenang merupakan otoritas atau legalized power.


Menurut Mac Iver, ada tiga pola umum sistem kekuasaan atau piramida kekuasaan yaitu tipe kasta, oligarkhi, dan demokratis.
  1. Tipe kasta
Tipe kasta memiliki sistem stratifikasi kekuasaan dengan garis pemisahan yang tegas dan kaku. Garis pemisah antara masing-masing pelapisan hampir tidak mungkin ditembus.
  1. Tipe Oligarkhi
Tipe Oligarkhi memiliki tipe stratifikasi kekuasaan yang menggambarkan garis pemisah yang tegas diantara strata. Akan tetapi, perbedaan antara strata satu dengan yang lain tidak begitu mencolok. Walaupun kedudukan para warga masyarakat masih di dasarkan kepada aspek kelahiran (ascribed status), akan tetapi individu  masih diberikan kesempatan untuk naik ke strata yang lebih atas. Tipe piramida semacam ini dijumpai pada masyarakat feodal yang telah berkembang.
  1. Tipe Demokratis
Tipe demokratis adalah tipe ketiga yang tampak adanya garis pemisah antarlapisan yang sifatnya mobil (bergerak). Faktor kelahiran tidak menentukan kedudukan seseorang, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang-kadang faktor keberuntungan.
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria kekuasaan sebenarnya tidak selalu digambarkan dengan hierarkhi atas-bawah, tetapi dapat pula digambarkan sebagai gejala meingkar menyerupai lingkaran kambium yang terdiri atas lingkaran dalam, lingkaran tengah dan lingkaran luar. Lingkaran dalam ditempati oleh mereka yang mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada merekaa yang menempati lingkaran tengah atau lingkaran luar. Perbedaan lingkaran dalam dengan lingkaran di luarnya bukan berarti saling terpisah satu dari yang lainnya, tetapi terdapat saling hubungan yang dinyatakan dengan adanya garis yang tidak terputuskan.
            Stratifikasi kekuasaan di lingkungan keraton dengan semua tata nilai yang berlaku di dalamnya dapat digambarkan dengan lingkaran kambium ini. Raja merupakan tokoh sentral yang penuh dengan kekuasaandan privelese (hak-hak istimewa). Kekuasaan dan privelese yang lebih rendah dari yang ada pada raja adalah yang dimiliki oleh para anggota keluarga raja. Semakin jauh dari lingkaran keluarga raja, maka semakin berkurang kekuasaan, privelese, maupun prestise (kehormatan) yang dimliki oleh seseorang.



























Sistem Stratifikasi yang pernah ada di Indonesia


Sistem stratifikasi sosial pada masyarakat Pertanian
Berdasarka pada kepemilikan tanah:
  1. Lapisan tertinggi, yaitu kaum petani yang memiliki tanah pertanian dan rumah.
  2. Lapisan menengah, yaitu kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian, namun memiliki tanah pekarangan rumah.
  3. lapisan terendah, yaitu kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan rumah.
Pelapisan sosial masyarakat pertanian berdasarkan kriteria ekonomi :
  1. Lapisan pertama yang terdiri dari kaum elit desa yang memiliki cadangan pangan dan pengembangan usaha.
  2. Lapisan kedua yang terdiri dari orang yang hanya memilki cadangan pangan.
  3. Lapisan ketiga yang terdiri dariorang yang tidak memiliki cadangan pangan dan cadangan usaha dan mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan komsumsi perutnya agar tetap hidup.

Sistem Stratifikasi sosial dalam masyarakat Feodal
Pola dasar masyarakat feodal adalah;
  1. Raja dan kaum bangsawan adalah pusat kekuasaan yang harus dihormati dan ditaati karena punya hak istimewa.
  2. Terdapat lapisan utama, yakni raja dan kaum bangsawan (kaum feodal) dan lapisan di bawahnya, yakni rakyatnya.
  3. Adanya pola ketergantungan dan patrimonialistik. Artinya, kaum feodal merupakantokoh panutan yang harus disegani, sedangkan rakyat harus hidupmenghamba dan selalu dalam posisi dirugikan.
  4. Terdapat pola hubungan antar kelompok yang diskriminatif, yaitu kaum feodal memperlakukan bawahannya secara tidak adil dan cenderung sewenang-wenang.
  5. golongan bawah cenderung memiliki sistem stratifikasi tertutup.

Lapisan Sosial pada masyarakat feodal Surakarta dan Yogyakarta.
Strata sosial pada masyarakat feodal Surakarta dan Yogyakarta:
  1. Kaum bangsawan yang terdiri dari Raja dan keluarga, serta kerabatnya.
  2. Golongan priyayi, yaitu pegawai kerajaan yang terdiri dari orang-orang yang berpendidikan atau memiliki kemampuan khusus untuk kerajan. Strata kedua ini  bkan berasal dari keturunan raja.
  3. Golongan Wong cilik, yaitu rakyat jelata yang hidup mengabdi untuk raja
.
Lapisan sosial Masyarakat Feodal Aceh
Strata sosial masyarakat aceh :
  1. Keturunan raja atau bangsawan sebagai golongan atas. Dengan gelar Cut, Teuku dan teungku.
  2. Golongan kedua meliputi Olee Balang (pegawai/pengawal raja) dan golongan bawah atau rakyat jelata.
Lapisan Sosial masyarakat Feodal di sulawesi selatan
Strata sosial Sulawesi selatan:
  1. Golongan Bangsawan atau keturunan raja-raja disebut anakarung pada lapisan atas. Golongan ini memiliki gelar tertentu seperti andi atau Karaeng
  2. Lapisan kedua diduduki oleh orang merdeka atau bukan budak yang disebut to-maradeka.
  3. golongan ketiga disebut ata, yang terdiri dari para budak yang meliputiorang-orang yang tidak mampu bayar hutang atau kalah perang.
Sistem stratifikasi sosial pada zaman Belanda

Strata sosial pada zaman Belanda adalah:
  1. Golongan Eropah
  2. Golongan timur Asing
  3. Golongan Bumiputera.

Sistem stratifikasi sosial pada zaman Jepang.
  1. Bangsa Jepang
  2. Bangsa Bumiputera
  3. Bangsa Cina dan Eropa

Sistem stratifikasi sosial pada zaman industri modern
Stratifikasi sosial masyarakat industri berdasarkan kriteria profesi:
  1. Kelompok Profesional.
  2. Kelompok Profesi awal dan semi profesi awal.
  3. Buruh rendahan.

Stratifikasi Sosial Masyarakat industri berdasarkan Kriteria ekonomi:
  1. Upper class (golongan atas)
  2. Middle class (golongan menengah)
  3. Lower class (golongan bawah).

Pengaruh bentuk-bentuk Struktur Sosial dalam fenomena Kehidupan Masyarakat

Menurut J. Nasikun bahwa struktur sosial masyarakat Indonesia dapat dilihat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, struktur sosial masyarakat indonesia ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, dan adat istiadat. Perbedaan secara horizontal dikenal dengan istilah differensiasi sosial. Sedangkan secara vertikal struktur sosial masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya pelapisan-pelapisan sosial yang cukup tajam (stratifikasi sosial). Adanya differensiasi dan stratifikasi sosial akan membawa pengaruh pada pengaruh pada kehidupan masyarakat.
Berikut ini adalah pengaruh dari adanya differensiasi dan stratifikasi.
1.      Pengaruh Differensiasi Sosial
  1. Primordialisme
Primordialisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kelompoknya lebih baik dibanding dengan kelompok lain.contoh; praktik nepotisme dalam merekrut atau menempatkan orang-orang yang berasal dari daerah atau suku bangsa yang sama dalam sebuah organisasi atau perusahaan.
            Segi positif paham ini adalah dapat mengikat dan memperkuat ikatan suatu kelompok terutama dalam menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan segi negatifnya adalah membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap kelompok lain yang tidak sepaham atau tidak sama dengan kelompoknya. Hal ini rawan terhadap munculnya konflik sosial.
  1. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah seatu sikap atau paham yang menganggap budaya masyarakatnya lebih tinggi dibandingkan dengan budaya masyaralat lain. Contoh, aliran Nasionalis-Sosialis (Nazi) yang beranggapan ras Arya-lah yang paling unggul untuk menguasai dunia. Etnosentrisme dapat menjadikan ikatan kelompoknya menjadi kuat, bahkan dapat menimbulkan semangat kebangsaan atau semangat patriotisme. Namun, disisi lain etnosentrisme dapat menimbulkan konflik antar golongan atau kebudayaan.
  1. Sektarian ( politik Aliran)
Keadaan dimana sebuah kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi oleh sejumlah organisasi massa(ormas), baik formal maupun informal yang menjadi pengikutnya. Biasanya dalam politik aliran ada pengikat diantara anggotanya berdasarkan ideologi. Partai PKB dikelilingi oleh ormas-ormas NU. Politik aliran pad masyarakat majemuk rawan terhadap terjadinya konflik antara kelompok-kelompok yang ada.








2.      Pengaruh Stratifikasi Sosial
kOnsekuensi stratifikasi sosial menyebabkan adanya perbedaan sikap dari orang-orang yang berada dalam strata sosial tertentu berdasarkan kekuasaan, privilese, dari gaya hidup. Seseorang sesuai dengan strata sosialnya.pola gaya hidup tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, tempat tinggal, cara berbicara, pemilihan tempat pendidikan, hobi, dan tempat rekreasi.
a.      Cara Berpakaian
Seseorang yang tergolong dalam strata sosial atas dapat dilihat dari gaya berbusananya. Biasanya mereka memakai busana rancangan luar negeri, sedangkan kelas menengah ke bawah memakai produksi dlam negeri.
b.      Tempat Tinggal
Umumnya masyarakat kelas atas akan membangun rumah yang besar dan mewah dengan gaya arsitektur yang indah. Sedangkan kelas menengah ke bawah lebih memilih bentuk dan tipe rumah yang sederhana bahkan ada juga yang memilih tinggal di rumah susun.
c.       Cara Berbicara
Cara berbicara orang-orang strata atas akan bereda dengan orang-orang yang berada pada strata bawah. Strata atas sering kali mengadaptasi istilah-istilah asing serta penuh dengan etika kesopanan. Sedangkan stata bawah memilih gaya bicara yang tidak terlalu memperhatikan etika terkadang mengeluarkan kata-kata kurang sopan.
d.      Pendidikan
Umumnya stata atas memasukan anak-anak mereka pada sekolah-sekolah ataupun universitas luar negeri. Sedangkan bagi masyarakat yang menduduki pelapisan bawah lebih menyekolahkan anaknya di sekolah dalam negeri.
e.       Kegemaran dan rekreasi
Kalangan atas memilih olahraga yang ekslusif seperti golf, terbang layang, ataupun balap mobil. Sedangkan bagi masyarakat yang tergolong strata bawah, lebih memilih hobi dan berekreasi yang tidak terlalu banyak mengeluarkana biaya.



Diferensiasi Sosial

DIFFERENSIASI SOSIAL

Pengertian DIFFERENSIASI
Menururt Kamus Sosiologi Differensiasi adalah:
            Klasifikasi atau penggolongan terhadap perbedaan-perbedaan tertentu yang biasanya sama atau sejenis. Pengertian sama menunjuk pada klasifikasi masyarakat secara horizontal, mendatar atau sejajar.
            Dalam masyarakat beragam (plural Society), pengelompokan horizontal yang didasarkan pada perbedaan ras, etnis (suku bangsa), klan, agama disebut kemajemukan sosial. Pengelompokan berdasarkan perbedaan profesi dan jenis kelamin disebut Heterogenitas Sosial.

Kemajemukan Sosial ditandai dengan adanya perbedaan:
  1. Berdasarkan ciri fisik, misalnya warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, hidung dan bentuk rahang. Ciri-ciri fisik seperti ini disebut ciri-ciri Fenotip Kuantitatif.
  2. Berdasarkan ciri sosial, timbul karena adanya perbedaan pekerjaan yang menimbulkan perbedaan cara pancdang dan pola prilaku dalam masyarakat.
  3. Berdasarkan Ciri Budaya, Berhubungan erat dengan pandangan hidup masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya.

Bentuk-bentuk Differensiasi Sosial
1.      Differensiasi Ras
Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri bawaan yang sama. Secara garis besar, manusia dibagi kedalam tiga kelompok ras utama:
a.      Ras Mongoloid (Berkulit Kuning dan coklat)
Memiliki ciri kulit warna kuning sampai sawo matang, rambut lurus, bulu badan sedikitdan mata sipit (Asia Mongoloid)
Mongoloid ada dua:
    • Mongoloid Asia (tionghoa dan Melayu)
    • Mongoloid Indian
b.      Ras Negroid ( berkulit Hitam)
Memiliki ciri rambut keriting, kulit hitam, bibir tebal, dan kelopak mata lurus. Misalnya negrito, nilitz, negro rimba, negro oceania, dan hotentut boysesman.
c.       Ras kaukossoid (berkulit Putih)
Memiliki ciri hidung mancung, kulit putih, rambut pirang sampai coklat kehitam-hitaman, kelopak mata lurus. Misalnya Nordic, Alpin, Mediterania, Armenia, dan india.

A L kroeber membuat Klasifikasi:
1. Ras Austroloid mencakup penduduk Asli Australia ( aborigin).
2. Ras Mongoloid mencakup:
a. Asiatic Mongoloid ( Asia utara, Tengah, Timur)
b. Malayan Mongoloid (Asia Tenggara indonesia, malaysia, filifina dan penduduk asli taiwan.
c. American Mongoloid ( Penduduk asli amerika)
3. Ras Kaukossoid:
a. Nordic ( Eropa Utara sekitar laut Baltik)
b. Alpine ( Eropah Tengah dan Timur)
c. Mediterranian ( Laut tengah, afrika Utara, armenia, Arab, Iran)
d. Indic ( Pakistan, India, Bangladesh, dan Srilanka)
4. Ras Negroid
a.  African Negroid ( Benua Afrika)
b. Negrito ( Afrika Tengah, semenanjung malaya yang dikenal dengan orang semang)
c. Melanesian (Irian dan melanesia)





5. Ras-ras Khusus ( tidak dapat diklasifikasikan dalam keempat ras pokok):
a. Bushman ( gurun Kahari AfrikaSelatan)
b. Veddoid ( pedalaman Srilanka dan Sulsel)
c. Polynesian ( Kepulauan Mikronesia dan Polynesia)
d. Ainu ( pulau Karafuto dan Hokaido Jepang)

Ciri-ciri fisik setiap ras berbeda karena beberapa faktor:
1.      kondisi geografis dan iklim
orang hidup daerah dingin memiliki hidung lebih panjang dan menonjol. Sedangkan di aderah tropis, cenderung memiliki hidung yang lebih lebar
2.      Faktor Makanan
Perbedaan jenis makanan akan menyebabkan variasi sosok tubuh.
3.      Faktor Perkawinan ( agalmasi)
Adanya pembauran (perkawinan antar ras sehingga tidak bisa lagi membedakan apa rasnya).

2.      Differensiasi Suku Bangsa atau Etnis.
Suku bangsa menurut Kontjaraningrat adalah: grup suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedankan kesadaran identitas tadi sering kali (namun tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
Menurut Kontjaraningrat, indonesia sebagai negara majemuk terdiri atas 16 besar kelompok masyarakat mempunyai hukum adat berlainan. Dari masing-masing kelompok itu masih memiliki sub-subetnis yang lebih kecil hingga 195 kelompok etnis. Suku bangsa yang ada di indonesia, antara lain sebagai berikut:
a.       Dipulau Jawa dan Madura terdapat 8 suku; antara lain suku sunda, jawa, betawi, badui, Samit, Tengger, Ujung Alang dan Suku Ujung gagak.
b.      Di Pulau Sumatera terdapat lebih 40 suku bangsa, seperti Suku Aceh, Suku Melayu, Batak, Minag Kabau, Lampung, Bangka dan Belitung, Nias, Mentawai, Bangka Hulu, Riau, Jambi, Kubu, Palembang, Pegagan, Meranjat, Kayu Agung, Ogan, Musi, Komering, Sekayu, Jang, Ralas, Sekak, dan lainnya.
c.       Di Pulau Kalimantan terdapat lebih dari 25 suku bangsa, antara lain Suku Dayak, Banjar, Melayu, dan lainnya.
d.      Di Pulau Sulawesi terdapat 37 suku bangsa, antara lain suku minahasa, Toraja, Bugis, Makassar, dan lainnya.
e.       Di kepulauan Maluku terdapat lebih 12 suku bangsa, antara lain Suku Ternate, Tidore, Ambon, Halmahera, Buru, Key daj lainnya.
f.       Di Nusatenggra terdapat lebih 18 suku bangsa, antara lain suku Bali, Sasak, Nusa Penida, Sumba, Sumbawa, Flores, Manggarai, Ende, Solor, Alor, Wetar, Barbar, dan suku Tanimbar.
g.      Di Irian Jaya terdapat lebih 8 suku bangsa. Suku-suku besarnya antara lain suku Fakfak, Manokwari, biak, Dani dan suku asmat.

3. Differensiasi sosial Berdasarkan Sistem Religi ( agama dan kepercayaan)
Differerensiasi sosial berdasarkan agama terwujud dalam kenyataan sosial bahwa masyarakat terdiri atas orang-orang yang menganut suatu agama tertentu, termasuk dalam komunitas atau golongan yang disebut umat. Oleh karena itu, di dalam masyarakat kemudian dijumpai sebtan umat islam, umat kristen, umat Hindu, umat Budha, atauun Umat Khong Hu Chu.
      Menurut Emile Durkheim, agama adalah suatu sistem kepercayaan beserta praktiknya, berkenaan dengan hal-hal yang sakral yang menyatukan pengikut dalam suatu komunitas moral. Agama berisi tentang:
  1. Sesuatu yang dianggap sakral, melebihi kehidupan duniawi dan menimbulkan rada kekaguman dan penghormatan.
  2. Sekumpulan kepercayaan tentang hal yang dianggap sakral;
  3. Penegasan kepercayaan dengan melaksanakan ritual, yaitu aktifitas keagamaan, serta
  4. Sekumpulan kepercayaan yang ikut dalam ritual yang sama.



4. Differensiasi Sosial berdasarkan Gender

Perbedaan Laki-laki dan perempuan akan mencakup tentang perbedaan seks dan perbedaan gender. Menurut William Kornblum, perbedaan secara seks adalah perbedaan antar perempuan dan laki-laki secara biologis, yaitu karakteristik seks primer, seperti alat kelamin yang berbeda antara pria dan wanita dan karakteristik seks sekunder yang akan muncul kemudian, seperti bentuk tubuh atau bentuk suara, sedangkan perbedaan gender adalah cara berprilaku bagi pria dan wanita yang sudah ditentukan oleh kebudayaan atau kodratnya yang kemudian menJadi bagian dan kepribadiannya.


Struktur Sosial (Sosiologi)

Struktur Sosial

Struktur :
Susunan terhadap sesuatu yang memiliki bagian bagian atau unsure-unsur dan membentuk suatu susunan.
Misalnya: Mobil terdiri dari bagian-bagian kerangka, mesin, ban mobil dan lain-lain yang tersusun atau terbentuk menjadi sebuah mobil.
Struktur berasal dari bahasa latin “ STRUKTUM” yang berarti menyusun, membangun untuk sebuah gedung, dan lebih umum dipakai istilah konstruksi yang berarti kerangka.

George C Homan: mengaitkan struktur social dengan prilaku elementer dalam kehidupan sehari-hari.
Talcott Parsons: struktur sosial adalah keterkaitan antar manusia.
Coleman: Struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia.
Kornblum: Struktur sosial menekankan pola-pola prilaku individu dan kelompok yaitu pola prilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat.
Soejono Soekanto: struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan sosial.
Abdul Syani: Strukture sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam keidupan masyarakat.
Raymond Flirth: Struktur sosial merupakan suatu pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pola lembaga-lembaga dimana orang banyak tersebut ambil bagian.
ER. Lanch, menetapkan konsep tersebut pada cita-cita tentang distribusi kekuasaan diantara individu dan kelompok.

Ciri-ciri struktur sosial:
  1. Bersifat abstrak.
Artinya tidak dapat dilihat da tidak dapat diraba. Struktur sosial disini merupakan hierarki kedudukan dari tingkatan yang tertinggi sampai tingkatan terendah berfungsi sebagai saluran kekuasaan dan pengaturan pemenuhan kebutuhan masyarakat secara menyeluruh. Misalnya sebuah negara terdapat struktur organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, struktur politik, dan struktur budaya. Apabila unsur-unsur tersebut digabungkan maka akan membentuk satu kesatuan bangunan abstrak suatu  negara.
  1. Terdapat dimensi vertikal dan Horizontal.
Struktur sosial pada dimensi vertikal adalah hierarki status-status sosial dengan segala peranannya sehingga menjadi satu sistem yang tidak dapat terpisahkan dari struktur status yang tertinggi hingga yag terendah.
Sedangkan pada struktur sosial dimensi horizontal, seluruh masyarakat berdasarkan karakteristiknya terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok sosial yang memiliki karakteristik sama.
  1. Sebagai landasan sebuah proses sosial artinya proses sosial yang terjadi dalam suatu struktur sosial termasuk cepat lambatnya proses itu sendiri sangat dipengaruhi oleh bagaimana bentuk struktur sosialnya. Contohnya pada masyarakat yang memilk bentuk struktur sosial yang kaku, maka proses sosial akan sulit dilakukan. Seperti pada masyarakat terpencil di pedalaman papua.
  2. Merupakan bagian dari sistem pengaturan tata kelakuan dan pola hubungan masyarakat.
Struktur sosial yang dimiliki suatu masyarakat berfungsi untuk mengatur berbegai bentuk hubungan antarindividu di dalam masyarakat tersebut. Contohnya, masyarakat agragris akan berbeda dengan masyarakat industri dalam segala pola aktifitasnya.
  1. Struktur Sosial selalu berkembang dan dapat berubah.
Struktur sosial masyarakat akan selalu berkembang sesuai dengan perkembang masyarakat.


Ada tiga bentuk masyarakat berdasarkan struktur sosial yaitu:
1.      Masyrakat sederhana.
2.      Masyarakat madya
3.      Masyarakat modern.
Menurut Abdul Syani struktur sosial memliki ciri:
  1. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan sosial yang pokok, yang dapat memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan memberikan batas-batas kegiatan yang mungkin dilakukan oleh organisasi dalam masyarakat.
  2. Strutur sosial mencakup semua hubungan sosial antara individu-individu pada saat tertentu.
  3. Struktur sosial meliputiseluruh kebudayaan dalam masyarakat.
  4. Struktur sosial merupakan realitas sosial yang bersifat statis dan memiliki kerangka yang embentuk suatu tatanan.
  5. struktur sosial merupakan tahapan perubahan dan perkembangan masyarakat yang mengandung dua pengertian:
a.       Di dalam struktur sosial terdapat peranan yang bersifat empiris dalam proses perubahan dan perkembangan.
b.      Dalam setiap perubahan dan perkembangan terdapat tahap perhentian dimana terjadi stabilitas keteraturan dan integarsi sosial berkesinambungan sebelum kemudian terancam oleh proses ketidakpuasan dalam masyarakat.

Fungsi struktur sosial dalam kehidupan masyarakat:
  1. Sebagai dasar untuk menamkan disiplin sosial
  2. sebagai Pengawas Sosial.
  3. Struktur Sosial merupakan karakteristik yang khas yang dimliki oleh suatumasyarakat sehingga dapat memberikan warna yang berbeda dari masyarakat lain.

Bentuk-bentuk Struktur sosial:
  1. Dilihat dari sifatnya:
    1. Struktur sosial Kaku
Bentuk struktur sosial yang tidak dapat dirubah atau sekurang-kurangnya masyarakat menghadapai kesulitan besar untuk melakukan perpindahan status atau kedudukan.
    1. Struktur Sosial Luwes
Setiap anggota masyarakat bebas bergerak melakukan perubahan.
    1. Struktur Sosial Formal
Bentuk struktur sosial yang diakui oleh pihak berwenang.
    1. Struktur Sosial Informal.
Bentuk struktur Sosial yang nyata ada dan berfungsi tetapi tidak memiliki ketetapan hukum / tidak diakui pihak berwenang.
  1. Dilihat dari identitas keanggotaan masyarakat.
    1. Struktur Sosial homogen
Memiliki latar belakang kesamaan identitas dari setiap anggota masyarakatnya seperti kesamaan ras, suku bangsa dan agama.
    1. Struktur Sosial yang heterogen
Ditandai oleh keragaman identitas anggota masyarakatnya. Seperti indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa.
  1. Dilihat dari ketidak samaan sosial:
    1. Secara Horizontal
Struktur Masyarakat dengan berbagai kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama dan adat istiadat yang dikenal dengan istilah Differensiasi Sosial.
    1. Secara Vertikal
Struktur Sosial yang ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan pelapisan sosial, baik lapisan atas maupun lapisan lapisan bawah yang dikenal dengan istilah Stratifikasi Sosial.



Peter M Blau membagi struktur Sosial dua tipe:
  1. Intersected Social Strukture, keanggotaan dalam kelompok-kelompok sosial yang ada bersifat menyilang (interseksi). Artinya keanggotaan dalam kelompok sosial tersebut memiliki latar belakang ras,suku bangsa ataupun agama yang berbeda-beda.
  2. Consolidated Social Structure, terjadi tumpang tindih parameter (tolok ukur) dan mengakibatkan penguatan identitas keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial. Dalam proses tersebut kelompok sosial berkembang menjadi wadah bagi individu-individu yang memiliki latar belakang ras, suku, kebiasaan dan kepercayaan yang sama.

Elemen dasar struktur sosial:
  1. Status sosial
Status sosial merupakan kedudukan atau posisi sosial seorang dalam kelompok masyarakat, meliputi keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam suatu kelompok besar masyarakat, dari paling rendah hingga yang paling tinggi. Status terbagi atas:
    1. Acribed status, status yang diberikan kepada seseorang oleh masyarakat tanpa memandang bakat atau karakteristik unik orang tersebut. Didapat otomatis melalui kelahiran (keturunan). Latar belakang ras, gender, dan usia dapat dikategorikan sebagai Ascribed status.
    2. Achieved Status, status yang didapat seseorang melalui usaha-usaha sendiri. Seperti bersekolah, mempelajari keterampilan-keterampilan, berteman, menciptakan sesuatu yang baru.
    3. Assigned status, status yang diberikan kepada seseorang karena telah berjasa melakukan sesuatu untuk masyarakat.
  1. Peran Sosial
Merupakan seperangkat harapan terhadap seseorang yang menempati suatu posisi atau status sosial tertentu.
  1. Kelompok
Merupakan sejumlah orang yang memiliki norma-norma, nilai-nilai, dan harapan yang sama, serta secara sadar dan teratur saling berinteraksi.
  1. Institusi
Merupakan pola terorganisasi dari kepercayaan dan perilaku  yang dipusatkan pada kebutuhan dasar sosial. Institusi dibentuk untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu. Institusi sosial seperti keluarga, agama, dan pemerintah merupakan aspek fundamental dari struktur sosial.

Unsur-unsur Sosial dalam Struktur Sosial;
Menurut Soejono Soekanto unsur-unsur sosial yang pokok dari struktur sosial adalah:

  1. Kelompok Sosial
  2. Kebudayaan
  3. Lembaga sosial
  4. Stratifikasi Sosial
  5. Kekuasaan dan wewenang.

KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan Civitas akademika sebuah perguruan tinggi, dalam kategori tertentu, dapat dipandang sebagai sebuah sub-kultur dengan “tradisi” dan pola “interaksi sosial” antar civitas akademika yang memiliki karakteristik yang khas. Selain kekhasannya sebagai sebuah “masyarakat” akademis, ia pun memiliki kompleksitasnya seperti halnya masyarakat pada umumnya, walau dengan kompleksitas yang khas pula. Secara sosiologis, selain didasarkan atas paradigma akademis, relasi sosial masyarakat akademis dalam sebuah Perguruan Tinggi juga didasarkan pada relasi yang dibangun di atas kesadaran kelas sosial tertentu. Kelas sosial yang dibangun di atas prinsip-prinsip otoritas akademis dan struktur birokrasi. Prinsip-prinsip yang juga mengisyaratkan adanya “kelas sosial-ekonomi” yang tentunya berbeda. Strata sosio-ekonomi yang tidak jarang menjadi sumber konflik yang dapat melahirkan sejumlah “aksi kekerasan” baik nyata maupun terselubung.

Keberadaan konflik dan “aksi kekerasan” pada tataran birokrasi kampus memang juga merupakan hal yang sangat menarik untuk dibicarakan, akan tetapi itu bukan yang akan menjadi objek pembicaraan dalam tulisan ini. Hal lain yang menurut penulis menarik untuk diperbincangkan adalah ragam relasi yang terjadi antara dosen dengan mahasiswa, dan sebaliknya, serta problematika yang ditimbulkannya. Secara formal, relasi dosen-mahasiswa dibangun di atas suatu mekanisme tertentu dalam proses belajar-mengajar. Mekanisme yang secara formal pula diatur dalam sistem dan etika akademik yang tertanam (sebagai sebuah tradisi akademik) dan digariskan dalam sejumlah aturan main dalam sebuah perguruan tinggi. Namun demikian, sebagai “manusia” dosen dan mahasiswa adalah satu hal dan etika serta aturan main perguruan tinggi adalah hal lain. Logika ini memang tampak aneh, karena secara formal dan ideal, seseorang disebut sebagai dosen atau mahasiswa, sejauh ia memegang teguh prinsip-prinsip akademis, baik etika maupun aturan mainnya. Itu format idealnya, dalam fakta konkritnya tidak jarang ditemukan “dinamika” dimana dosen dan mahasiswa memijakkan kakinya pada rel yang berbeda. Kaki kanan di atas rel formal-ideal sebagai insan akademis, dan kaki kirinya berpijak di atas rel yang lain, rel yang tidak mustahil bersebrangan dengan norma formal dan idel sebagai insan akademis.  

Cerita tentang relasi antar mahasiswa yang dipisahkan diantara mereka oleh sekat senioritas yang melahirkan aksi eksploitasi dan tindak kekerasan, bukan berita baru di negeri ini, baik dalam orientasi pengenalan kampus (ospek) bagi mahasiswa baru. Fenomena tersebut telah cukup banyak diungkap secara terbuka di media masa, bahkan kemudian mengundang keterlibatan fihak penegak hukum. Akan tetapi aksi “kekerasan” dalam bentuk “pemerasan” atau lebih sopannya eksploitasi dosen atas mahasiswa baik terbuka maupun terselubung masih menjadi misteri yang belum banyak dipersoalkan. Padahal, fenomena tersebut baik diakui keberadaannya atau pun tidak, tentunya akan mengganggu bahkan merusak mekanisme proses belajar mengajar, dan lebih dari itu akan melahirkan generasi yang menganggap aksi “kekerasan” dalam bentuk pemerasan dan penindasan sebagai prilaku yang “sah” dan dianggap wajar.

Wujud kongkrit dari tindak kekerasan yang dilakukan para dosen di sebuah perguruan tinggi yang sangat dikenal dikalangan mahasiswa antara lain: pemerasan pada mahasiswa dengan cara “mewajibkan” untuk membeli diktat atau buku yang ditulis oleh dosen tersebut yang berimplikasi pada besar kecilnya nilai matakuliah matakuliah, atau bahkan lulus dan tidaknya. Fenomena ini merupakan fenomena paling klasik yang dikenal di dunia perguruan tinggi. Sehingga, muncul istilah dosen “diktator” (jual diktat untuk membeli motor?). Berbeda dengan istilah dosen killer, karena biasanya istilah tersebut (dosen killer) diucapkan oleh mahasiswa dalam kesan mendua, selain kesan negatif di sisi lain tersirat kesan yang lebih positif berupa kekaguman atau lebih tepatnya sikap hormat atas sikap tegas dari sang dosen. Lain halnya dengan kesan terhadap dosen “diktator”. Selain bentuk “kekerasan” tersebut, terdapat bentuk kekerasan lain dalam bentuk “transaksi” nilai matakuliah. Yaitu, nilai matakuliah yang diberikan dosen kepada mahasiswanya didasarkan pada harga nominal tertentu.

Kekerasan dalam bentuk mewajibkan mahasiswa untuk membeli buku atau diktat, dalam perspektif tertentu mungkin masih dipandang positif bagi mahasiswa, akan tetapi bentuk kekerasan jual-beli nilai matakuliah dengan alasan apa pun bisa dianggap mengotori dunia pendidikan. Terlepas apakah kekerasan itu secara langsung dilakukan dosen atau karena mahasiswanya sendiri yang menawarkan diri untuk menyelesaikan masalahnya melalui proses jual beli nilai matakuliah tersebut. Tawaran yang bisa membuat mata sang dosen berwarna hijau berkilat. Terdapat paling tidak dua kemungkinan penyebab terjadinya aksi kekerasan dalam bentuk pemerasan yang dilakukan oleh dosen terhadap mahasiswanya, pertama disebabkan rendahnya kesejahteraan (kemiskinan terselubung) dan kedua persolan moralitas. Kedua hal tersebut bisa berdiri sendiri atau bersamaan. Perlu penelitian intensif untuk melihat apakah rendahnya moralitas dosen juga disebabkan oleh rendahnya kesejahteraan dosen, atau karena faktor lain di luar persoalan yang berhubungan dengan dunia akademik.

Kekerasan bisa dilakukan oleh siapa pun dengan sebab yang sangat beragam. Konon menurut para ahli, salah satu sebab paling umum lahirnya kekerasan adalah kemiskinan. Dosen memang bukan malaikat dengan seambreg identitas kesucian, dosen hanyalah manusia biasa dengan sejumlah kelebihan dan kekurangannya, seperti halnya manusia lainnya. Ia hanya berbeda dari manusia lain karena ia memliki “otoritas” formal untuk menjadi pendidik. Seseorang yang diposisikan oleh masyarakat dalam posisi sebagai sosok dengan sejulah identitas serta kemestian-kemestian yang memaksa dosen, seperti halnya para pendidik lainnya, untuk menjadi manusia sempurna tanpa cacat dan menjadi tauladan bagi anak didiknya seta masyarakat sekitarnya.

Sebagai seorang manusia biasa, kebutuhan pemenuhan kehidupan seorang dosen bukan hanya berhubungan dengan persoalan akademik, ia juga dihimpit oleh kebutuhan lain, katakanlah kebutuhan-kebutuhan keseharian keluarga di rumahnya. Bahkan, tidak jarang untuk sekedar memenuhi kebutuhan untuk melengkapi leteratur dan memperluas wawasan serta pengetahuannya sebagai bekal dalam proses belajar-mengajar sangat sulit untuk bisa terpenuhi. Bila telah demikian, sangat mudah bagi setan-setan bergentayangan mengelilingi tubuh sang dosen dan menutup jarak pandangnya, hingga ia kehilangan akal sehatnya. Dan kalau pun ia memiliki sejumlah kegiatan di luar kampusnya demi untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya, itu pun bukan tanpa resiko. Perhatian sang dosen terhadap persoaln-persoalan yang dihadapi oleh mahasiswanya lebih banyak terbaikan.

Kesulitan yang dihadapi oleh sang dosen ini sangat jarang ada yang memperhatikan dan memperdulikannya. Bahkan, masyarakat pun hanya peduli terhadap diri dan anak-anaknya, nasib apa pun yang menimpa para pendidik termasuk dalamnya para dosen. Mereka lebih memperhatikan masa depan pendidikan anak-anaknya. Para pendidik, khususnya mereka yang diangkat sebagai pegawai negeri, lebih dilihat sebagai manusia-manusia yang hanya memiliki satu kewajiban yaitu mengabdi. Manusia yang seolah-olah telah dicabut haknya untuk memperhatikan kesejahteraannya diri dan keluarganya. Sebagai “Umar Bakri” (istilah Iwan Fals) hanya pantas mengendari sepeda butut, tidak layak bagi mereka mengendari kendaraan keluaran terbaru. Secara sosial para pendidik, khususnya para dosen, memang memiliki kedudukan terhormat dalam masyarakat, terutama dalam masyarakat pedesaan, akan tetapi dalam tarap kehidupan sosial-ekonominya kedudukan mereka tidak cukup layak untuk diperhitungkan, apalagi bila dibandingkan dengan tudas dan beban tanggung jawabnya dalam mempersiapkan generasi penerus bangsa. Terhadap para Umar Bakri ini, masyarakat pada umumnya hanya bisa berkata: kalau tidak mau sengsara kenapa mau jadi abdi negara?

Namun demikian, terlepas dari bagaimana nasib dan tarap kehidupan ekonomi (kesejahteraan) mereka, fenomena kekerasan di dunia pendidikan, dalam jenjang pendidikan apa pun, merupakan persoalan yang tidak bisa dianggap remeh. Perlu mendapat perhatian dari para ahli pendidikan, dari pemerintah dan juga dari masyarakat. Karena, kini bentuk-bentuk kekerasan di dunia pendidikan semakin melebar. Konon, menyebar pula “isu” bahwa bentuk pemerasan di dunia pendidikan telah pula mengarah pada hal yang berbau seks. Wallu’alam.

Penulis
Ahmad Gibson Al-Bustomi
Dosen Filsafat & Telogi di Jurusan Aqidah Filsafat UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Kepala Pusat Informasi dan Komputer UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Stratifikasi Sosial

Stratifikasi Sosial Pengertian Stratifikasi Sosial Kata Stratifikasi berasal dari bahasa latin, Stratum;  yang berarti tingkatan dan ...