A. Biografinya
Ibnu Sina nama lengkapnya yaitu Abu Ali Husein ibn Abdillah Ibnu Sina, atau disebut juga dengan Nama Syaikh Al-Rais Abu ‘Ali Al-husein bin Abdullah ibn Sina, dan di Negara-negara Barat namanya lebih di kenal dengan sebutan Avi Cena. Ia di lahirkan di Persia dan Arab mengklaim Ibnu Sina sebagai bangsanya. Hal ini di karenakan ibunya berkebangsaan Turki, sedangkan ayahnya di duga peranakan Arab, Persia atau Turki.
Ibnu Sina semasa kecilnya, adalah anak Ajaib. Pada umur 10 tahun ia sudah membaca seluruh sastra tradisional dan hafal Al-Qur’an. Ia belajar ilmu kedokteran, sampai pada umur 16 tahun namanya sebagai Tabib terharum, sehingga dia di undang untuk mengobati Sultan Bukhara yaitu Nuh Ibn Mansyur hingga pulih kembali. Dalam belajar Filsafat ia membaca Kitab “Metafisik” dari Aristoteles 40 kali. Tetapi baru setelah membaca Tafsir Al-farabi baru ia memahaminya. Lalu ia terjun dalam pelajaran filsafat pada umur 18 tahun menguasai seluruh lapangan filsafat, beserta Astronomi, Hukum fiqh, Biologi, Mistik, Matematika, Musik, ilmu Bahasa, dan Perhitungan Tarikh dsb. Kemudian dia mulai mengarang, mengajar dan menyusun System. Disamping kerja ilmiah ia juga sibuk dalam politik dan Urusan Negara.
Setelah orang tuanya meninggal, ia pindah ke Jurjani, suatu kota dekat laut Kaspia, dan disanalah ia melai menulis Ensiklopedinya tentang Kedokteran yang kemudian dikenal dengan Nama Al-Qanun fi Al-Thib. Selanjutnya ia pindah ke Ray, suatu kota sebelah selatan Taheran dan bekerjau ratu Sayyadah dalam anaknya, maj adalah;-Daulah. Kemudian Sultan Syam al-Daulah yang berkuasa atas Hamdan (sebagaian barat Iran) mengangkat Ibnu Sina menjadi Mentrinya. Terakhir ia pindah ke Isfahan dan meninggal di kota itu pada tahun 1037 M, tepatnya pada hari jum’at bulan Ramadhan, dalam usia 58 tahun,dan diimakamkan di Hamazan.
B. Karya-karyanya
Karya Ibnu Sina meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan, Fisika, Matematika, Logika, Metafisika, kedokteran, dan lain-lain, yang seluruhnya berjumlah 267 buku. Di tulis dalam bahasa Arab atau Iran yang terjemahan latinnya di temukan pada syilabus Universitas Eropa Madyakala.
C. Filsafatnya
Dalam filsafatnya ia mempunyai faham Emanasi. Teori ini berasal dari Neo-Platonisme yang pernah di Islam-kan oleh Al-Kindi dan kemudian di kembangkan lagi oleh Al-Farabi, seterusnya kepada Ibnu Sina dengan menyesuaikan kepada ilmu Kalam. Ia mengadakan synthesa Aristoteles yang berpendapat bahwa alam dunia ini adalah azali dan tidak ada dalil akal yang dapat membuktikan bahwa dunia kita ini ada permulaannya. Alam dunia dianggap abadi, kekal (etenal) dan tidak akan binasa.
Sebaliknya menurut Islam dunia kita ini adalah Baharu (ada permulaan) dan Fana, akan rusak dan binasa. Dalam Al-Qur’an tegas di katakan bahwa asal mula kejadian alam ialah firman Allah kun fayakun. Bagaimana prosesnya dari kun menjadi fayakun itu oleh Al-Qur’an tidaklah disebut secar detail. Dan umat Islam umumnya tidak mau mempersoalkan bagaimana jalan peralihan antara kun dan fayakun itu, karena pekerjaan ini terlalu besar bagi akal manusia.
Tetapi Ibnu Sina sebagai filosof dan ulama, tidak berfikir seperti itu, beliau merasa bahwa banyak dari hasil-hasil filsafat yang sesuai dengan prinsip agama. Meskipun dalam Al-Qur’an tidak disebut secara detail bagaimana proses kun dan fayakun. Tetapi bukan pula berarti kita tidak boleh menyelidiki prosesnya itu sejauh kesanggupan kita, malahan sebaliknya kita disuruh dan dianurkan menyelidiki tanda-tanda kebasaran Tuhan dalam rahasia kejadian alam ini.
Selanjutnya Ibnu Sina menjelaskan bahwa wujud terbagi kepada tiga bahagian yaitu Wajib al-Wujud, Mumkin al-wujud dan Mustahil al-wujud. Falsafahnya tentang jiwa dan akal menurut al-Farabi. Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat yaitu wajib wujudnya sebagai Pancaran dari Allah dan sifat mumkin wujudnya, jika dari hakekat dirinya, dengan demikian, ia mempunyai tiga obyek pemikiran yaitu : Tuhan, diri-Nya sebagai wajib al-wujud-Nya dalam diri-Nya sebagai mumkin wujud-Nya.
Teori tentang akal itu lebih lanjut membawa kepada munculnya filsafat wahyu dan nabi. Misalnya ia mengatakan bahwa akal mempunyai empat tingkatan:
Aql Bi’l-Quwwat, potensi mutlak, bersifat materil, pasif memuat dorongan pertama untuk ingin mengetahui, tetapi tidak mampu mengetahui, hanya menampung kesan panca indranya tanpa forma.
Aql bi’l-malaka, dimana diterima oleh akal fa’al azas-azas pertama sebagai satu bahagian lebih kecil dari pada keseluruhan.
Aql bi’ Fi’l, akal yang beralih dari potensi ke aktifitas.
Aql Musafad, yaitu akal yang memiliki pengertian secara tetap. Dalam hal ini martabat manusia berbeda-beda. Kebanyakan manusia untuk mencapai akal itu untuk mengatur praktek hidup.
Ibnu Sina lebih dahulu mengajukan filsafat eksestensialis dari pada Filosof modern seperti Nietzce, Kiekegard dan lain-lain.
Filsafatnya tentang manusia, Ibnu Sina menyatakan bahwa manusia terdiri dari dari unsur jiwa dan jasad. Jasad dengan segala kelengkapan yang ada merupakan alat bagi jiwa untuk melakukan aktifitas. Jasad selalu berubah, berganti, bertambah dan berkurang sehingga ia mengalami kefanaan setelah berpisah dengan jiwa. Dengan demikian hakikat manusia adalah jiwanya, dan perhatian filosof islam dalam membahas manusia lebih berpusat pada jiwanya.
Selanjutnya Ibnu Sina juga mempunyai filsafat ke Qadiman alam untuk itu ia mencari dengan mengambarkan sebab, atau wakil. Dimulainya dengan sebab ini, adalah karena mutakallimin berpendapat bahwa penciptaan-alam, adalah sebagai akibat atau hasil dari Tuhan, yang bertindak sebagai pencipta. Dalam memberikan dalil pendapat ini, digunakan perbagai istilah dalam bahasa Arab, yang maksudnya sama dengan penciptaan, penghasilan, perbuatan, pekerjaan, pembawaan kepada wujud dan lain-lain. Orang-orang kebiasaan, atau orang banyak menduga bahwa benda datang dari pada tidak ada kepada ada, tidak itu tidak ada.
Sebab adalah mendahului perbuatan dalam segala perobahan yang terjadi dalam alam ini. Tuhan adalah sebab yang Efisien dari alam, tidak perlu di dahului oleh waktu. Dengan perkataan lain, Ibnu Sina memandang, hubungan antara sebab dan akibat dan betapakah sebab itu, datang pula dari sebab. Tuhan sebagai sebab, bertindakan dalam alam yang bergerak terus menerus, dalam wujudnya. Dengan demikian jelaslah bahwa alam telah ada sejak zaman Azali karena ia terjadi dengan sebab Alah memikirkan Dzat-Nya sendiri.
Untuk memahamkan filsafat Ibnu Sina tentang ilmu jiwa harus kita rasakan dalam pikiran, bahwa yang dikatakan sempurna, tidak sama dengan sempurna yang dimaksudkan Aristoteles sebagai Actus Primus. Pokok kesukaran yang terbesar dihadapi Ibnu Sina adalah dalam soal membedakan antara jiwa dan akal. Meskipun jiwa itu dapat serupa dengan akal akan tetapi yang sebenarnya akal itu adalah bahagian dari jiwa menurut Plotinus, jiwa itu adalah limpahan dari akal. Kalau kita himpunkan segala pendapat Ibnu Sina, yang terdapat dalam kitab-kitabnya, maka ternyata kepada kita bahwa akal itu adalah satu kekuatan yang terdapat pada jiwa. Jiwa adalah lebih bersifat umum dari pada akal. Jiwa itu baru dinamakan jiwa, jikalau ia bertindak dalam tubuh. Kalau ia bertindak terpisah, maka jiwa itu lebih banyak merupakan akal.
Alam menurut Ibnu Sina yaitu bahwa Alam wujudnya QADIM yang disebabkan oleh penyebab pertama. Filsafat yang menyatakan alam ini Qadim diserang oleh Al-Ghazali, malah selanjutnya menyatakan bahwa Ibnu Sina kafir.
Menurut Syaikh Nadiam al-Jisr secara lahir Ibnu Sina memang sependapat dengan Aristoteles dalam menyatakan bahwa alam ini Qadim, tetapi pada hakekatnya ia tidak mengikuti Aristoteles. Ibnu Sina mentafsirkan tentang Qadimnya Alam dengan suatu tafsiran yang indah sekali dan menunjukkan pandangan yang jauh fikirannya yang sehat, dan Imannya yang benar.
Ibnu Sina membagi Pengertian Qadim kepada dua, yaitu:
1. Qadim bil qiyas
Qadim Relative (bila dibandingkan dengan yang lain) dimana masanya sesuatu pada waktu yang lampau lebih banyak dari masanya sesuatu yang lain. Jadi yang pertama lebih dahulu jika di bandingkan dengan yang kedua.
2. Qadim Mutlak, terbagi atas dua bentuk :
a. Qadim dari segi zaman
Sesuatu yang tidak mempunyai permulaan waktu
b. Qadim dari segi zat/tingkatan/martabat
Tidak tergantung pada yang lain, Yang Esa dan yang Haq (benar). Sangat Maha Tinggi Tuhan dari apa yang dikatakan oleh orang-orang Dzalim.....
...
...
Sudahkah Anda Shalat..?
Waktu Shalat Hari ini...