PEndidikan anak usia dini (PAUD) akan memberikan persiapan
anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa
sekolah. Di lembaga pendidikan anak usia dini, anak-anak sudah diajarkan
dasar-dasar cara belajar. Tentunya di usia dini, mereka akan belajar
pondasi-pondasinya. Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni
lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan.
Lewat bermain yang diarahkan, mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem
solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup
besar/kecil, kewajiban sosial, serta 1-3 bahasa.
Karena lewat bermain, anak tidak
merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam keadaan yang
tenang. Saat tenang itu, pendidikan pun bisa masuk dan tertanam. Tentunya cara
bermain pun tidak bisa asal, harus yang diarahkan dan ini butuh tenaga yang
memiliki kemampuan dan cara mengajarkan yang tepat. Kelas harusnya berisi
kesenangan, antusiasme, dan rasa penasaran. Bukan menjadi ajang tarik-ulur
kekuatan antara murid-guru. Seharusnya terbangun sikap anak yang semangat untuk
belajar.
Anak-anak usia dini belum bisa
berpikir dengan sempurna seperti orang dewasa. Anak-anak usia tersebut harus
dipandu cara berpikir secara besar, cara mencerna, dan berdaya nalar.
Sayangnya, beberapa lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia belum
mengajarkan mengenai multiple intelligences. Ini kembali ke perkembangan latar
belakang ahli didiknya.
Apa perbedaan anak-anak yang belajar
di lembaga pendidikan usia dini berkualitas dengan anak-anak yang tidak
belajar?
Di lembaga pendidikan anak usia
dini yang bagus, anak-anak akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, kuat
bersosialisasi, percaya diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa mengambil
ide, mengembangkan ide, pergi ke sekolah lain dan siap belajar, cepat
beradaptasi, dan semangat untuk belajar. Sementara, anak yang tidak mendapat
pendidikan cukup di usia dini, akan lamban menerima sesuatu.
Anak yang tidak mendapat pendidikan
usia dini yang tepat, akan seperti mobil
dengan bensin tiris. Anak-anak yang berpendidikan usia dini tepat
memiliki bensin penuh, mesinnya akan langsung jalan begitu ia ada di tempat
baru. Sementara anak yang tidak berpendidikan usia dini akan kesulitan memulai
mesinnya, jadi lamban. Pendidikan anak sudah bisa dimulai sejak ia berusia 18
bulan Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi
motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa
dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini
yaitu:
Tujuan utama: untuk membentuk
anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam
memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu
menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut
Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut
kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD
dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Pada zaman modern ini orang
tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang
tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin
banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah
sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat
menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan
was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang
berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah
dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang
baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan
lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari
anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu
kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda
adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan
kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.
Sejak usia dini sudah dapat
dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh
ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan
untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu
membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan
sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.
Anak yang memiliki bakat
istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat
hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun,
kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak
berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan
kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah
bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering
menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang
membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu
dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya
memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika
ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi
"kehausan" akan informasi.
Di kelas-kelas Taman
Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan
prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang
menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru
mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan
sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal
yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur
karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman,
pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk
menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan
motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif
dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena
pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar