Tokoh Filsafat Islam
AL-FARABI
A. Biografi
Nama lengkap Al-Farabi adalah Abu Nashr Muhammad Ibn
Muhammad Tarkhan Ibn Auzalagh yang sisingkat menjadi Al-farabi, (di nisbatkan
kepada kota
kelahirannya). Ia dilahirkan di Wasij, distrik farab, Turkistan pada tahun 257
H/870 M. ayahnya seorang jendral kebangsaan Persia dan Ibunya berkebangsaan
Turky.
Pada usia 40 tahun, Al-Farabi pergi ke Baghdad . Baghdad pada saat itu menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia. Ia belajar kaidah bahasa Arab pada Abu
Bakar Al-SAraj dan belajar logika kepada orang Kristen, kemudian ia pindah ke Harran . (pusat kebudayaan Yunani) dan berguru pada Yohana
Ibnu Jailan, tetapi dia kembali ke Baghdad untuk memperdalam ilmu filsafat pada
tahun 330 H / 945 M ia pindah ke Damaskus dan mendapatkan kedudukan yang baik,
akhirnya pada bulan desember 640 M Al-Frabi meninggal dunia di Damaskus dalam
usia 80 tahun.
Al-farabi banyak memehami filsafat Aristoteles
sehingga dia di juluki Al-Mu’allim Al-Awwal (guru pertama)sehingga tidak
mengherankan jika Ibnu Sima, yang menyandang predikat Al-Syaikh Al-rais (kiyayi
pertama), mendapatkan teori dalam memahami filsafat Aristoteles dari suku
Al-farabi. Dalam dunia intelektual Islam mendapat kehormatan dengan julukan
Al-Mu’allim Al-Sany (guru kedua).
B. Karya Tulis Al-farabi.
Karya-karya Al-farabi diantaranya :
Ø Syuruh risalah Zainun Al-Kabir Al-Tunani.
Ø Al-Ta’liqat.
Ø Risalah Fima Yajbu Ma’rifat Ta’alumni al-Falsafah.
Ø Lyun Al-Masa’il.
Ø Ara’ Anl al-Madinah Al-Fadhillah.
Ø Maqalat fi Ma’ani Al-Aql.
Ø Fushl Al-Hukm.
Ø Risalah Al-Aql.
Ø Al-Siyasah Al-Madaniyah.
Ø Al-Masai’l Al-Falsafiyah wa Al-Ajwibah Anha.
Ø Al-Ibanah’an Ghardi Aristo fi kitabi ma ba’dal al Thabiat.
C. Filsafatnya
Rekonsiliasi Al-Farabi.
Al-Farabi berhasil merekonsiliasikan antara filsafat
yang berkembang sebelumnya terutama pikiran Plato, Aristoteles, dan plotinus,
juga antara agama dan filsafat. Karena itu dia dikenal sebagai filosof
sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Dalam ilmu logika dan fisika
dipengaruhi oleh Aristoteles, ilmu akhlak dan politik dipengaruhi oleh Plato,
sedangkan dalam bidang metafisika dipengaruhi oleh Plotinus.
Semua aliran filsafat tidak ada mencari perbedaan,
kalau berbeda, hanya pada lahirnya. Upaya terealisasikan ketika mendamaikan
pemikiran Aristoteles dengan Plato antara filsafat dan agama. Cara Al-farabi
memadukan antara pemikiran kedua filosof itu dengan mengajukan pemikiran
masing-masing yang cocok dengan pemikirannya seperti tentang ide yang menjadi
hal mendasar antara Plato dan Aristoteles. Menurut Plato alam ini hanya ada
dalam pikiran, sedangkan menurut Aristoteles mengakui adanya ide dan berdiri
sendiri.
Untuk mempertemukan kedua filosof ini, Al-Farabi
menggunakan interpretasi batin dengan menggunakan ta’wil bila menemukan
perbedaan-perbedaan. Al-farabi menjelaskan bahwa Aristoteles mengakui alam
rohani yang terdapat diluer alam ini, dan alam rohani tidak bis dita’wilkan.
Jadi kedua filosof tersebut saa-sama mengakui adanya ide pada zat Allah.
Ketuhanan.
Dalam pembahasan tentang ketuhanan Al-Farabi mengelompokkan
pemikran antara filsafat Aristoteles dengan Neo-Platonisme yakni Almaujud, Al awwal
(wujud pertama / Tuhan) sebagai sebab pertama dari segala yang ada. Yang tidak
bertentangan dengan konsep ke-Esaan Allah dalam Islam.
Al-Farabi dalam membuktikan Allah, megemukakan dua
dalil yaitu tidak ada kemungkinan dalil yang ketiga. Dalil ini adalah:
1. Wajib al wujud adalah : wujud
yang tidak boleh tidak mesti ada, ada dengan sendiri yang menghendaki wujudnya.
Esensinya tidak dapat dipisahkan dari wujud. Ia ada dengan sendirinya dan
selamanya, tidak didahului oleh tiada, jika wujud-Nya tidak ada akan timbul
kemustahilan karena wujudnya lain kerena dirinya, wujud ini disebut juga Allah.
2. Mukmin al wujud : wujud yang tidak menimbulakan kemustahilan yang
menguatkan wujud ini bukan dirina tapi wajib al wujud (Allah). Contohnya : wujud cahaya tidak ada
tanpa wujud matahari, sedangkan cahaya bisa wujud dan bisa tidak wujud (mungkin al wujud). Karena cahaya sudah wujud
maka cahaya menjadi wujud keniscayaan , wujud ini merupakan bukti bahwa Allah
itu ada (wajib al wujud).
Tentang sifat Allah, Al-Farabi sepakat dengan
Muta’zilah yakni sifat Allah tidak berbeda dengan zat-Nya. Jika sifat Allah itu
di beri wujud tersendiri, maka akan berbeda dengan zat Allah itu. Untuk
meyakini esensi wujud Allah tidak perlu menambahkan sifat-sifat tertentu pada
Allah. Allah adalah wujud yang sempurna,pengetahuan tentang Dia adalah
pengetahuan yang paling sempurna.
Emanasi.
Teori emanasi adalah teori yang menjelaskan tentang
bagaimana terjadinya yang banyak dari yang satu. Teori ini merupakan gabungan
dari teori Aristoteles dan Platnus. Yang digambarkan sebagai berikut :
Tuhan adalah wujud pertama, yang dipikirkan adalah
dirinya sendiri. Dia berfikir dan yang dipikirkan dengan jalan ta’qul. Mulailah
ciptaan Tuhan dengan melimpahkan emanasi sebagai berikut :
Ø Wujud I berfikir tentang diri-Nya, timbul wujud II yang disebut akal.
Ø Wujud II berfikiran tentang wujud I (Tuhan) timbul wujud IIII / akal II,
tentang diri-Nya terpancarlah langit pertama.
Ø Wujud III / akal II berfikir tentang Tuhan, timbul wujud IV /akal III
tentang diri-Nya. Terpancarlah genteng dan atap.
Ø Wujud IV / akal III berfikir tentang Tuhan timbul wujud V / akal IV
tentang diri-Nya terpancarlah planet Saturnus.
Ø Wujud V / akal IV berfikir tentang Tuhan timbul wujud VI / akal V,
tentang diri-Nya terpancarlah planet Yupiter.
Ø Wujud VI / akal V berfikir tentang Tuhan timbul wujud VII / akal VI,
tentang diri-Nya terpancar planet Mars.
Ø Wujud VII / akal VI berfikir tentang Tuhan timbul wujud VIII / akal VII,
terntang diri-Nya terpancarlah Matahari.
Ø Wujud VIII / akal VII berfikir
tentang Tuhan timbul wujud IX / akal VIII, tentang diri-Nya muncullah Uranus.
Ø Wujud IX / akal VIII berfikir tentang Tuhan timbul wujud IX / akal X,
tentang diri-Nya terpancarah planet Bulan.
Ø Wujud X / akal IX berfikir tentang Tuhan timbul wujud XI / akal XI
tentang diri-Nya mucullah planet Bulan.
Wujud XI tidak lagi menimbulkan wujud lain, tetapi
dari akal X timbullah jiwa, bumi dengan materi utamanya yaitu unsur api, udara,
air dan tanah.
Struktur Emanasi Al-farabi dipegaruhi oleh temuan lain
pada masa itu yaitu ditemukannya sembilan planet dan satu bumi. Karena itu dia
membutuhkan 10 akal, setiap satu akal mengurusi satu planet dan satu bumi.
Teori Kenabian.
Filsafat kenabian Al-Farabi erat hubungannya Nabi dan
Filosof dalam kesanggupan mengadakan komunikasi dengan akal fa’al (akal
kesepuluh) walaupun ada perbedaan dalam kominikasi.
Persamaan, sama-sama menerima pancaran ilmu dan akal
kesepuluh (fa’al). Sedangkan perbedaannya, filosof memperoleh kebenaran melalui
akal dan latihan. Sedangkan Nabi dan Rasul dengan wahyu, imajinasi kuat dari Allah yang mengarah pada tujuan
tertentu. Contohnya : Nabi Muhammad mempunyai daya imajinasi yang kuat sebelum
dipilih menjadi Nabi.
Jadi ciri khas seornag Nabi menurut Al-Farabi yaitu
memiliki daya imajinasi yang kuat dan dapat berhubungan dengan akal fa’al, dan
menerima ajaran dalam bentuk wahyu yang dilimpahkan Allah melaluiakal fa’al,
menrut Al-Farabi akal fa’al adalah Jibril. Filosof berkomunikasi dengan Allah
melalui akal perolehan yang dilatih kuat, dengan usaha sendiri melalui
pemikiran. Oleh karena itu, setiap Nabi adalah Filosof dan tidak setiap Filosof
adalah Nabi. Tapi Fiosof tidak akan menjadi Nabi, selamanya Nabi tetap manusia
biasa.
Negri Utama ( Ara’ Al-Madinah
Al-Fadhilan ).
Pemikiran Al-Farabi tentang negri utama dipengaruhi
oleh pemikiran Plato yang menyamakan negara dengan tubuh manusia yang
terdiridari kepala, kaki, tangan dan anggota tubuh lainnya yang mempunyai
fungsi tertentu.
Dalam tubuh manusia yang amat penting yaitu, kepala
(otak) karena dari kepala setiap perbuatan manusia dikendalikan, dan yang
mengendalikan kerja otak yaitu hati. Demikian juga negara.
Menurut Al-Farabi yang paling penting dari negara
yaitu pemimpin atau penguasa bersama dengan bawahannya. Demikian juga jantung
dan organ tubuh yang lebih rendahberturut-turut. Seorang pemimpin haruslah yang
paling unggul baik dalam bidang intelek diantara yang ada.
Kepala negara harus mempunyai akal tingkatan ketiga
(‘aql almustafaa) agar bisa berkomukasi dengan akal kesepuluh. Jika tidak ada Nabi
yang menjadi kepala negara, maka dapat digantikan oleh orang yang menjadi kepala negara, maka dapat di gantikan
oleh orang yang dianggap memiliki sifat Nabi, yaitu filsuf. Rakyat harus
bekerja sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk kepentingan bersama.
Al-Farabi menyebutkan bahwa kepala yang memimpin
negara utama atau bahagia itu sekaligus seorang guru, pemimpin dan pengelola
karena tidak semua orang secara fitri mengetahui tentang cara mencapai
kebahagiaan, dan tidak semua orang mmengerti tentang hal-hal yang harus
diketahui. Pemikiran Al-Farabi tentang kenegaraan tersebut terkesan ideal
sebagaimana hanya konsepsi kenegaraan yang ditawarkan oleh Plato. Hal ini
dimungkinkan, Al-Farabi tidak pernah memangkusuatu jabatan didalam pemerintahan
ia lebih menyenangi menyendiri sehingga ia tidak mempunyai peluang untuk
belajar dari pengalaman dalam ursan kenegaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar